"Hasil quick count perolehan PDI Perjuangan saya kira masih tinggi. Kalau enggak salah masih nomor satu, agak anomali dengan suara saya. Maka, hari ini sedang diselidiki oleh kawan-kawan. Mudah-mudahan nanti ketemu apa faktornya sepertinya split ticket-nya agar terlalu lebar," ujarnya setelah rapat bersama Tim Pemenangan Nasional (TPN) 03 di Gedung HighEnd, Jakarta, Kamis.
Split ticket voting merupakan fenomena yang lahir akibat adanya bermacam pemilihan. Misalnya, perbedaan pilihan dalam Pemilu Anggota DPR RI terhadap partai politik A, sedangkan pemilihan eksekutif (presiden) justru memilih paslon yang bukan berasal dari kelompok yang didukung oleh parpol pilihannya.
Berdasarkan penghitungan cepat sejumlah lembaga survei, PDI Perjuangan memperoleh suara tertinggi dengan rata-rata 15—16 persen ke atas hingga saat ini. Namun, suara paslon nomor urut 3 justru hanya meraih sekitar 15—16 persen atau berada di urutan terakhir.
Oleh karena itu, pihaknya hendak menelaah penyebab dari split ticket voting seiring dengan menunggu hasil resmi rekapitulasi suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Prinsip kami, menunggu keputusan dari KPU. Apa pun yang diputuskan oleh KPU, kami akan ikuti. Kami menghormati semua proses," ungkap Ganjar.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan PDIP siap berjuang sebagai oposisi di luar pemerintahan dan parlemen, untuk menjalankan tugas check and balance. Menurutnya, berkaca pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kekuasaan yang terpusat memunculkan kemampuan untuk melakukan manipulasi, sehingga kekuasaan dan kritik dalam konteks kebijakan dan implementasinya dibutuhkan check and balance.
Berada di luar pemerintahan merupakan tugas patriotik yang pernah dijalani PDIP pasca Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
“Ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan tahun 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi, karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto kepada wartawan, Kamis (15/2).
Lebih lanjut, Hasto menjelaskan pada Pemilu 2009 terjadi manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga wakil rakyat di DPR membentuk hak angket. Saat itu, muncul suatu kesadaran perlindungan hak konstitusional warga negara untuk memilih, meskipun hal itu terjadi lagi saat Pemilu 2024.
Ia mengutarakan, banyak pemilih di luar negeri tidak bisa melaksanakan hak pilihnya, karena faktor teknis administratif, sehingga perlawanan ini menyangkut hal yang fundamental.
“Kecurangan dari hulu ke hilir memang benar terjadi. Hanya saja kita berhadapan dengan dua hal. Pertama, pihak yang ingin menjadikan demokrasi ini sebagai kedaulatan rakyat tanpa intervensi manapun. Kemudian, pihak yang karena ambisi kekuasaan dan ini diawali dari rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi,” paparnya.
Oleh karena itu, selain berjuang di luar pemerintahan atau di DPR, PDIP akan berjuang lewat jalur partai.
“Karena apa pun yang terjadi dalam dinamika politik nasional kami punya kewajiban untuk menyampaikan apa yang terjadi kepada rakyat,” papar Hasto.
Hasto menegaskan PDIP akan berjuang bersama gerakan masyarakat sipil prodemokrasi, yang saat ini jumlahnya lebih banyak dibanding pada Pemilu 2009.
“Polanya mirip, apalagi kalau dilihat begitu kaget dengan hasil quick count, apa yang terjadi dalam dua bulan ini karena terjadi gap, kami akan analisis,” pungkas Hasto.
Asisten Pelatih Timnas Anies-Muhaimin (AMIN), Tamsil Linrung, mengatakan, pihaknya masih optimistis Pemilu 2024 akan berlangsung dua putaran. Hal ini merujuk pada data-data yang masuk ke pusat tabulasi suara mereka.