Menurut Tamsil, Timnas AMIN masih mempelajari dan melihat perkembangan. Dijelaskannya, berdasar data yang mereka terima, Pemilu 2024 akan berlangsung dalam dua putaran.
“Tidak ada yang mencapai di atas 50 persen. Tetapi oleh mas Anies kita diminta untuk bekerja tuntas untuk tidak mempublish ini (data), sampai betul-betul KPU bekerja sampai akhir,” kata Tamsil.
Dijelaskannya, Timnas AMIN masih akan melihat bagaimana kerja KPU dalam proses rekapitulasi suara. Mereka mencoba memberi kepercayaan pada KPU untuk bekerja lebih dahulu.
Tamsil juga menyebut memiliki data kesalahan KPU dalam memasukan rekapitulasi. “Hari ini kita mulai rapat pleno, kita akan buka satu per satu kecurangan yang terjadi,” papar caleg DPD RI dari dapil Sulawesi Selatan ini,” ungkapnya.
Semua saksi maupun relawan, kata Tamsil, akan membawa data balngko C1 TPS. Meskipun, lanjut Tamsil, di beberapa tempat para saksi AMIN tidak diperbolehkan memfoto blangko C1 tersebut.
“Tapi kita punya pernyataan-pernyataan dari mereka yang menyaksikannya,” papar Tamsil.
Mantan anggota Fraksi PKS DPR ini menyebut memiliki bukti adanya sejumlah kecurangan. Di antaranya ada surat suara yang semuanya sudah dicoblos.
“Ketika warga datang ke TPS mau mencoblos, dibilang kalau pencoblosan sudah selesai. Sudah terlambat. Dan itu ada yang memberi kesaksian seperti itu,” ungkap Tamsil.
Tamsil berharap KPU bisa melakukan revisi terhadap beberapa kasus kecurangan yang disampaikan Timnas AMIN. Hal ini karena Timnas AMIN mengaku memiliki bukti-buktinya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menyebutkan ada sebanyak 2.325 tempat pemungutan suara (TPS) yang mengalami salah konversi Formulir Model C1-Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024.
"Yang jelas sudah kami pantau dan termonitor itu tadi ada di 2.325 TPS," ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, KPU belum mengecek secara detail terkait jumlah suara yang tidak tepat. Menurutnya, kesalahan atau ketidaktepatan konversi dari pembacaan Formulir Model C1-Plano yang diunggah bersifat acak.
Oleh karena itu, sambung Hasyim, hasil penghitungan suara yang salah di 2.325 TPS sudah teridentifikasi oleh sistem. KPU juga sudah meminta agar petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melakukan koreksi terhadap konversi yang salah.
"Supaya pemindaiannya itu jelas dan terbaca sebagaimana tertulis di dalam formulir," jelasnya.
Hasyim menjelaskan bahwa Formulir Model C1-Plano diunggah oleh petugas KPPS menggunakan fitur foto dalam aplikasi Sirekap. Kemudian, terdapat sistem konversi dalam Sirekap yang berfungsi membaca formulir tersebut.
Lalu, secara otomatis akan muncul angka hitungannya. Di situlah, lanjut dia, muncul masalah perbedaan angka antara Formulir Model C1-Plano dan Sirekap.