Sementara itu, Ketua YLKI Provinsi Jambi, Ibnu Kholdun mengatakan jika pihaknya banyak terima laporan mengenai P2TL ini. Menurutnya, perlu solusi yang serius dari PLN dari kebijakan tersebut.
“Karena kami melihat P2TL ini selalu berimbas pada denda-denda, jumlahnya jutaan rupiah. Sekarang tingkat ekonomi masyarakat agak sulit,” katanya.
Kata Ibnu, pihaknya banyak terima pengaduan mengenai kasus KWH Bolong, Segel Rusak, dan lainnya.
“Ada juga konsumen itu yang baru beli rumah, tiba-tiba ditertibkan. Katanya ada pelanggaran. Ini sangat diskriminatif, PLN ini hanya ingat hak tapi kewajibannya lupa,” katanya.
Ia menilai, jika P2TL ini sudah lari dari tujuan awalnya, yaitu memastikan pelayanan listrik bisa diterima masyarakat dengan maksimal, penyaluran listrik aman, dan menjaga keselamatan bagi konsumen.
“Sudah lari dari tujuan awalnya ini. Sekarang ini kami menilai mereka hanya mengejar denda. Karena baru telat bayar, atau ada persoalan yang terkadang konsumen sendiri tidak tahu, langsung diputus. Sangat zolim dan diskriminatif,” katanya.
Seharusnya kata Ibnu, PLN menerapkan azas Praduga tak bersalah. Sebab, Indonesia adalah negara hukum.
“Setiap pelanggaran itu harus ada proses pembuktian, diberi peringatan dulu. Baru kalau masih bandel bisa dikenakan sanksi pemutusan. Jadi saya minta jangan abaikan azas Praduga tak Bersalah itu,” katanya. (*)