Menyemai Mimpi Siswa Sekolah Taruna Papua
Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) mengembangkan "Kurikulum Merdeka Belajar" yang diejawantahkan dalam program "Kurikulum Berbasis Kehidupan Kontekstual Papua". Seperti apa ceritanya?
HARI itu baru saja memasuki awal Februari 2024, siswi berusia 16 tahun bernama Laura Baenal berdiri di halaman Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP). Pagi itu benar-benar terasa istimewa bagi Laura bersama temannya Dewi Erakipia yang terpaut lima tahun usianya dari Laura.
Mereka tengah menyambut tamu istimewa yang saat itu berkunjung ke lingkungan sekolahnya. Mereka berdua bertutur dengan sangat fasih dan lancar dalam Bahasa Inggris.
Laura merupakan siswi kelas delapan SMP, sedangkan Dewi masih dibangku kelas lima SD. Mereka menjelaskan tentang SATP di hadapan Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Vivi Yulaswati beserta rombongan yang berkunjung ke sekolah itu.
"Saya bercita-cita ingin menjadi seorang pilot," kata Laura saat ditemui di sela-sela kunjungan Bappenas ke SATP yang berada di Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Penyuka mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika ini bersekolah di SATP sejak kelas 1 SD. Ibunya yang tinggal di Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Mimika, merupakan warga asli Suku Amugme.
Menurut Kepala SATP Johana Tnunay, Laura adalah anak yang cerdas dan selalu bersemangat, sehingga tercatat sebagai salah satu pelajar berprestasi di SATP. Kini Laura juga menjadi ketua organisasi siswa intar sekolah (OSIS).
SATP mengembangkan "Kurikulum Merdeka Belajar" yang diejawantahkan dalam program "Kurikulum Berbasis Kehidupan Kontekstual Papua".
Kurikulum berbasis pengalaman nyata bersama pelajar akan membangun teori pengetahuan dan karakter sebagai pemimpin saintis dan memiliki jiwa wirausaha di masa depan.
Di sekolah itu, 60 persen kegiatan siswanya adalah praktik, dan teori-teori abstrak diarahkan ke praktik, seperti ekologi, ekonomi, kewirausahaan, teknologi informasi dan bahasa.
Meningkatkan Kompetensi
Kepala Perwakilan Yayasan Pendidikan Lokon SATP Andreas Ndityomas mengatakan bawah selain memperoleh pelajaran reguler, di sekolah itu ada program adaptasi. Dalam program ini, pendidik mendalami kompetensi dari setiap siswa dan meningkatkan kompetensinya secara konsisten dan bertahap.
"Misalnya, dalam proses pendalaman ternyata ada yang belum bisa menulis, membaca, maka nanti ada sesi khusus yang kami berikan untuk membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan tersebut," katanya.