Miris melihatnya. Namun, kini dia dapat bernapas lega setelah ceritanya mencuat di jagad maya.
Berdiri di Atas Tanah Sendiri
Cerita tentang perjuangan Maria Evin sampai ke telinga Menteri Sosial Tri Rismaharini. Segera, setelah mendapati kabar itu, melalui Sentra Efata di Kupang, bantuan sosial pun dikirimkan untuk ibu empat anak itu. Berbagai intervensi, seperti pemberian sembako dan alat kebersihan diri, pembuatan kartu identitas dan kartu keluarga baru, serta fasilitasi kepemilikan tanah pun diberikan.
Intervensi terakhir adalah karena tanah tempat Maria Evin tinggal adalah milik keluarga besar suaminya. Oleh karena itu, perlu ada kepastian bagi keluarganya, agar rumah yang akan dibangun Kemensos tidak menjadi perkara berkepanjangan.
Maria Evin memang memiliki suami, tetapi pria itu ternyata sudah memiliki istri baru di Kalimantan. Dia pergi sejak tahun 2015 untuk mengadu nasib di pulau lain. Pada 2017, Maria dan anak-anaknya turut ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan, dan menetap, hingga keluarga itu akhirnya memiliki empat anak.
Sayangnya, selama berada di sana, Maria dan anak-anak diabaikan oleh pria itu. Akhirnya mereka pun kembali ke kampung halamannya pada 2021. Bahkan ketika mereka kembali ke NTT, tidak ada uang sepeser pun yang dikirim untuk menafkahi mereka.
Sebenarnya, Maria Evin punya bakat menenun, tetapi dia tidak memiliki modal dan waktu untuk menekuninya. Oleh karena itu, Kementerian Sosial mempertimbangkan untuk sejumlah tindak lanjut selain Rumah Sejahtera Terpadu, seperti pemberian modal untuk usaha menenun, serta ternak babi untuk anak Maria Evin yang putus sekolah.
Dalam kunjungannya ke Nusa Tenggara Timur pada Minggu (25/2/2024), di hadapan warga Desa Golo Wune, Risma menyala-nyala mengatakan bahwa kisah Maria Evin harus menjadi pelajaran bagi semua warga, terutama laki-laki, untuk tidak pergi meninggalkan kampungnya.
Dan bagi perempuan agar ikut berkontribusi dalam pembangunan desa melalui program padat karya. Kenapa? Karena dia yakin perempuan kuat. Kalau tidak, tidak mungkin bisa hamil, membawa beban 3 kilogram ke mana saja.
Desa yang ada di Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, itu memiliki modal berupa kekayaan alam yang luar biasa. Kiri-kanannya diapit oleh sawah yang berlapis-lapis, serta hamparan hutan yang masih rapat. Dengan sedikit upaya dan kemauan lebih, mereka dapat hidup makmur, dan tidak ada lagi "Maria Evin-Maria Evin" lainnya.
Membangun Indonesia Timur
Masih di NTT juga, namun dipisahkan oleh lautan, usaha untuk mandiri mengolah sumber daya alam juga dilakukan. Di Sentra Efata Kupang, orang-orang rentan seperti Maria Evin mendapatkan pelatihan dari Kemensos, yang akan membantu mereka ke depannya.
Meski tubuh mereka dibakar terik Matahari, dan hanya dibuat dingin oleh sebuah atau dua buah kipas per ruangan, itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk belajar hal-hal baru. Terlihat di salah satu aula, puluhan warga bersemangat mengikuti arahan dari instruktur, membuat kue-kue menarik nan kekinian dengan bahan-bahan yang lokal ditemui di NTT, seperti daun kelor, jagung, dan hasil laut.
Sejumlah peserta/penerima manfaat mengikuti kelas pastry di Sentra Efata Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (27/2/2024). Kementerian Sosial mengadakan kelas pada 26 Februari-3 Maret 2024 guna memberdayakan warga rentan dan disabilitas di NTT, dan diharapkan para peserta dapat memproduksi makanan dan minuman untuk dijual di Bazaar Ramadhan mendatang. ANTARA/Mecca Yumna
Salah satunya adalah Yati. Perempuan tunadaksa itu baru belajar membuat kue beberapa hari, namun dia sudah punya ide untuk membuka usaha lagi, selain tenun ikat yang dari awal sudah dia miliki. Menurut dia, nugget pisang kelor gampang dibuat, dan bahan-bahannya juga mudah diperoleh sehingga dia tertarik untuk memulai usaha itu.
Atau di aula lain, ada yang belajar cara membuat makanan siap saji dengan daun kelor sebagai salah satu bahannya. Yato, seorang peserta asal Maumere, menjelaskan lewat bahasa isyarat bahwa sebelum kelas itu, dia bekerja menjadi tukang batu.