Saya perlu ke kedutaan juga untuk mengejar Wi-Fi dosis tinggi: pagi itu harus berbicara di depan wisudawan Universitas Terbuka. Pukul 09.00. Berarti pukul 05.00 waktu Riyadh.
Harun sendiri ingin kuliah S-2 di UT. Sudah dua tahun gagal. "Harus tes TOEFL," katanya.
Ia tidak takut tesnya. Harun sudah lebih 5 tahun bekerja di kedutaan. Bahasa Inggris adalah lauk-pauknya. Tapi untuk tes TOEFL harus pakai biaya. Mahal –untuk ukuran gajinya yang bukan diplomat. Apalagi kalau harus kursus TOEFL dulu.
"Apakah tidak bisa syarat tes TOEFL itu diganti yang lain? Misalnya jaminan dari atase pendidikan?" tanyanya.
Bagi saya itu bukan pertanyaan. Itu ide bagus untuk UT.
Ternyata sopir yang bersama saya ini juga mahasiswa UT. Asal Jambi. Sudah semester empat. Ambil ilmu pemerintahan. Ia yang memilihkan model kacamata hitam saya.
Sebenarnya saya lupa kalau jam 09.00 pagi itu janji bicara di UT. Padahal jam 09.00 hari itu saya sudah harus naik bus ke jurusan amplop di Makkah.
Untung, sama-sama jam 09.00 tapi beda negara.(*)