Pelaksanaan sasi terdiri atas dua tahapan. Pertama, penutupan sasi yang ditandai dengan pemasangan papan bertuliskan pemberitahuan wilayah sasi Kapatcol dan hasil laut yang hanya boleh diambil saat sasi dibuka. Penutupan sasi dilakukan dalam beragam jangka waktu, seperti enam bulan, sepuluh bulan, hingga satu tahun, menyesuaikan kebutuhan warga setempat.
Berikutnya, tahapan kedua adalah pembukaan sasi yang ditujukan untuk memanen hasil biota laut yang telah dijaga agar tidak diambil secara sembarangan dan ilegal. Pembukaan sasi diawali dengan ibadah di gereja. Setelahnya, perwakilan gereja, pemerintah desa, tokoh adat, dan warga menaiki perahu motor menuju lokasi sasi yang terletak di sisi barat Kapatcol dengan waktu tempuh sekitar setengah jam.
Layaknya pesta rakyat, Kelompok Waifuna dan sejumlah warga Kapatcol, termasuk anak-anak turun langsung menyaksikan pembukaan sasi yang ditandai dengan pelarungan "pon fapo" atau persembahan bagi leluhur di wilayah sasi dan pencabutan papan sasi.
Lalu, Kelompok Waifuna melakukan penyelaman atau lebih dikenal dengan istilah "molo" dalam bahasa setempat untuk mengambil hasil-hasil laut. Dalam penyelaman itu, anggota Kelompok Waifuna menggunakan perlengkapan selam tradisional, di antaranya kacamata renang yang terbuat dari kayu dan kaca.
Penangkapan hasil laut saat membuka sasi dibatasi berdasarkan ukuran biota laut. Untuk teripang dan lola, kedua biota laut tersebut yang boleh diambil saat penangkapan adalah teripang dan lola dengan panjang 15 cm ke atas, sementara lobster dengan berat lebih dari 6 ons.
Setelah satu hingga dua minggu berselang, Kelompok Waifuna bersama-sama dengan warga Kampung Kapatcol akan bermusyawarah untuk kembali menutup sasi. Setelah resmi menutup sasi, hasil panen laut tersebut tidak hanya disantap bersama-sama oleh warga Kampung Kapatcol, tetapi mereka juga menjualnya. Uang hasil penjualan lalu digunakan untuk kebutuhan masyarakat, baik guna mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, maupun tabungan pendidikan dan kesehatan bagi warganya.
Pelaksanaan dan pengelolaan sasi laut yang memberikan banyak manfaat kepada warga setempat memang terbukti nyata. Sebagaimana disampaikan Lukas Rumetna, praktik pengelolaan sasi laut memberikan banyak manfaat untuk warga, baik dari segi ekologi maupun segi sosial-kemasyarakatan. Dari sisi ekologi, sasi laut bermanfaat melindungi biota laut dari kepunahan akibat pemanfaatan yang berlebih atau pengambilan yang bersifat merusak.
Hal senada juga disampaikan oleh tokoh agama di Kampung Kapatcol, Yesaya Kacili. Pendeta Yesaya mengatakan Raja Ampat memang diberkahi oleh Tuhan dengan biota laut yang melimpah. Akan tetapi, ekosistem laut di wilayah Misool pernah mengalami kehancuran karena penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.
Kebanyakan para nelayan yang berasal dari luar wilayah Misool menangkap ikan dengan menggunakan bom dan potasium. Ada pula yang menggunakan linggis untuk membongkar karang. Kabar baiknya, praktik ilegal seperti itu mulai berkurang sejak tahun 1999. Keberadaan sasi, menurut Yesaya, semakin meningkatkan perlindungan terhadap kekayaan laut Raja Ampat.
Selain manfaat ekologi, sasi laut juga memiliki manfaat ekonomi, yakni hasil penjualan biota laut dapat digunakan untuk membantu kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan tabungan di masa depan jika ada masyarakat yang mengalami kesusahan.
Salah satu manfaat sasi laut yang berkesan bagi Almina adalah pada tahun 2022, ketika masyarakat menyepakati memberikan uang hasil penjualan sasi untuk membantu anak lelaki Almina melanjutkan pendidikan menjadi seorang TNI. Berkat bantuan tersebut, putra Almina itu berhasil menjadi anggota TNI di Jayapura. Dia menjadi putra pertama dari Kapatcol yang menjadi anggota TNI.
Pada tahun 2024, semua warga Kampung Kapatcol menyepakati memberikan hasil penjualan sasi kepada dua anak yang duduk di bangku kelas 2 SD dan 2 SMP. Keduanya tengah mengalami penyakit dalam sehingga tubuh mereka menjadi sangat kurus. Hasil panen sasi laut itu diharapkan oleh Kelompok Waifuna dapat membantu biaya pengobatan kedua anak itu sehingga mereka dapat kembali sehat seperti sedia kala.
Menutup kisah tentang Waifuna dan sasi laut, Almina menitipkan harapan kepada anak muda Kapatcol untuk tetap meneruskan tradisi tersebut. Ia menekankan bahwa pengelolaan sasi lebih dari sekadar untuk menjaga laut. Meskipun bukan sumber utama mata pencaharian warga Kapatcol, sasi mampu membantu masyarakat menggapai satu per satu hal yang sebelumnya tak tergapai.
Dalam beberapa tahun terakhir regenerasi memang menjadi hal yang banyak disemogakan oleh warga Kampung Kapatcol saat membahas mengenai Kelompok Perempuan Waifuna.
Menurut Almina, tradisi sasi sudah seharusnya tidak hanya melibatkan para ibu yang semakin hari semakin menua, tetapi juga anak-anak muda Kapatcol. Mereka harus bergabung mengelola sasi yang manfaatnya telah dirasakan langsung oleh warga Kapatcol.
Di antara anggota Waifuna yang didominasi ibu berusia 30 tahun ke atas, sosok Yolanda Kacili menjadi harapan dari warga Kapatcol terkait masa depan kelompok perempuan pengelola sasi laut.