LONDON - Manchester City dan Arsenal memang bangkit setelah keduanya tersingkir dari Liga Champions karena disisihkan Real Madrid dan Bayern Muenchen dalam perempatfinal.
Sabtu malam dan Minggu dini hari kedua tim menang atas lawan-lawannya. City mengatasi Chelsea 1-0 untuk mencapai inal Piala FA, sedangkan Arsenal membungkam Wolverhampton Wanderers 2-0 dalam pertandingan liga.
Tetapi apa yang terjadi pada kedua itu tak bisa menghilangkan pertanyaan, apakah Liga Premier tengah mengalami krisis kualitas di level Eropa.
Pertanyaan itu muncul bukan saja karena City dan Arsenal tak bisa meneruskan perjalanan mereka ke babak empat besar Liga Champions, tapi juga karena Liverpool dan West Ham United sama gagal mencapai babak serupa dalam kompetisi Liga Europa.
Hanya Aston Villa yang masih bertahan dalam kompetisi Eropa dan itu pun didapatkan dengan susah payah dari adu penalti melawan Lille pada perempatfinal Liga Conference Europa.
Ini ketiga kalinya tim-tim Liga Premier tak bisa tampil dalam semifinal Liga Champions dan Liga Europa setelah musim 2002-2003 dan 2014-2015.
Ini juga keempat kalinya dalam 20 musim terakhir tak akan ada klub Liga Inggris yang menjadi finalis dalam dua kompetisi elite Eropa itu.
Padahal dalam beberapa musim terakhir, klub-klub Liga Inggris begitu dominan, bahkan lima tahun lalu terjadi final sesama Inggris antara Liverpool melawan Tottenham dalam Liga Champions, dan Chelsea menghadapi Arsenal dalam Liga Europa.
Semifinal Liga Champions musim ini mempertemukan Paris St-Germain dengan Borussia Dortmund dan Bayern Muenchen dengan Real Madrid.
Sedangkan dalam semifinal Liga Europa, Atalanta yang menyingkirkan Liverpool akan dijajal Marseille, dan Bayer Leverkusen yang mengandaskan West Ham United diuji oleh AS Roma.
Sementara itu, dalam Liga Conference Europa yang memasuki musim ketiganya, Aston Villa ditantang Olympiacos dalam semifinal.
Nasib klub-klub Liga Inggris di Liga Champions dan Liga Europa tak saja mengejutkan, mengingat dominasi mereka dalam musim-musim sebelumnya, tapi juga karena postur keuangan klub-klub Liga Inggris seharusnya membuat mereka menjadi tim-tim yang lebih baik dibandingkan dengan klub-klub Eropa lainnya.
Bayangkan, dari 12 tim Eropa yang membeli pemain-pemain termahal di dunia pemain sejak 2020, sepuluh di antaranya adalah tim-tim Liga Inggris. Bukan itu saja, 13 dari 20 tim Eropa yang memiliki anggaran belanja pemain terbesar, adalah juga klub-klub Liga Inggris, sampai-sampai Bayern Muenchen dan Real Madrid kalah dari Crystal Palace dan Bournemouth dalam soal belanja pemain.
Seharusnya dengan anggaran belanja yang besar, klub-klub Liga Inggris bisa membentuk skuad kuat yang bersaing sampai jauh dalam ajang-ajang level atas.
Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Impor pemain dari luar Inggris yang acap ditempuh dengan mengeluarkan dana yang fantastis, menciptakan masalah lain bagi klub-klub Inggris.