Dulu Tanah Gersang Tak Berpenghuni, Kini Jadi Taman Asri

Selasa 04 Jun 2024 - 20:28 WIB
Editor : Adriansyah

Mengenal Sanksi Adat ‘Kesepekan’ di Desa Penglipuran Bali

Suara jejak kaki melangkah terdengar nyaring. Pengunjung ramai mengiringi perjalanan ke salah satu pintu masuk di jejeran rumah adat Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali. Pintu masuk itu terdapat petunjuk lokasi  “karang memadu”.

---

“KARANG memadu” merupakan sebutan bagi sebuah lahan kosong yang terletak di selatan Desa Adat Penglipuran. Tempat ini dibuat khusus ditujukan bagi mereka yang kena sanksi adat “kesepekan” atau dikucilkan secara sosial karena memiliki lebih dari satu istri alias berpoligami.

Memasuki pintu menuju tempat karang memadu secara perlahan, di dalamnya terlihat asri dengan bunga-bunga indah tertata rapi. Plang kayu berwarna coklat mengkilap bertuliskan Pondok Coffe berdiri tegak di sebelah kiri. Lingkungan ini terawat dan sangat asri.

Kelian Adat Desa Penglipuran, Wayan Budiarta menjelaskan bahwa kawasan karang memadu yang awalnya merupakan tanah gersang tak berpenghuni, kini dirombak menjadi taman asri bernuansakan kebun bunga dan tanaman hias.

BACA JUGA:Disbudpar Sukses Selenggarakan Audisi GBN Tahun 2024

BACA JUGA:Juventus Dikabarkan Perpanjang Kontrak Adrien Rabiot

Berjalan lebih jauh ke dalam taman ini, ada tempat pengolahan pupuk organik dan warung kopi bagi para wisatawan yang tertarik untuk berkunjung.

Karang memadu merupakan warisan sejak awal Desa Adat Penglipuran berdiri. Dulu para leluhur Desa Adat Penglipuran sudah melarang poligami bagi masyarakat setempat. Kesepekan merupakan bentuk konsekuensi atau hukuman karena “memadu” atau poligami.  Poligami merupakan suatu larangan yang ada di Desa Adat Penglipuran.

Sembari berkeliling area parahyangan hingga di area karang memadu, Kelian Adat Desa Penglipuran menjelaskan bahwa area karang memadu bukan beralih fungsi menjadi tempat untuk menikmati kopi. Tempat yang telah dibangun menjadi taman dan lahan kosong asri ini nantinya akan tetap khusus ditujukan bagi mereka yang kena kesepekan (dikucilkan secara sosial). Mereka yang menempati karang memadu akan tetap mendiami tempat itu sampai mereka berani mengakhiri poligaminya.

Sanksi adat karang memadu ini pun dilestarikan secara turun temurun, melalui pembelajaran “pasraman” atau lembaga pendidikan khusus Agama Hindu yang ada di Desa Adat Penglipuran. Selain pasraman juga melalui paruman-paruman  atau lembaga pengambil keputusan tertinggi di desa adat serta pembelajaran sejak dini di dalam keluarga masing-masing.

Perwakilan Pengadilan Agama Negeri Bangli, Nengah Sadar, menjelaskan bahwa pihak Pengadilan Agama Negeri Bangli sudah mengetahui adanya sanksi adat "kesepekan" karang memadu di Desa Adat Penglipuran. Namun begitu,  Pengadilan Agama tidak mencampuri sanksi adat  tersebut, karena desa adat memiliki otoritas tersendiri untuk memberikan sanksi bagi warganya di Desa Adat Penglipuran.

Penerapan Sanksi Kesepekan 

Kelian Adat Desa Penglipuran kembali menjelaskan bahwa penerapan sanksi adat "kesepekan" karang memadu di Desa Adat Penglipuran  melalui tahapan cukup panjang. Proses itu mulai dari pemanggilan pihak yang melakukan poligami untuk melakukan mediasi. Kemudian, pembuatan gubug untuk pelaku poligami, sampai proses yang terakhir yaitu penempatan keluarga yang melakukan tindakan poligami di area karang memadu.

Kategori :

Terkini

Minggu 22 Dec 2024 - 22:54 WIB

Dewan Ingatkan BKPSDM

Minggu 22 Dec 2024 - 22:52 WIB

Sekda Buka Rakor Natura

Minggu 22 Dec 2024 - 22:51 WIB

Pendaftaran P3K Dibuka Akhir Desember

Minggu 22 Dec 2024 - 22:49 WIB

134 Personil Amankan Natura

Minggu 22 Dec 2024 - 22:48 WIB

Konflik Lahan Berakhir Damai