Melalui UU DKJ diharapkan Jakarta tidak hanya sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global, tetapi menjadikan Jakarta tumbuh dan berkembang sebagai kota utama megapolitan di tingkat nasional, regional, dan global.
Meskipun telah disahkan, sampai saat ini status Jakarta belum berubah dan tetap menyandang DKI hingga nanti terbit keputusan presiden terkait pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur, berdasarkan Pasal 63 UU tersebut.
Nasib Jakarta
Menjelang perpindahan ibu kota, ada kekhawatiran yang muncul di tengah-tengah masyarakat, terutama terkait nasib Jakarta setelah tidak lagi menyandang status ibu kota, apakah daerah ini masih memiliki daya tarik karena telah seperti kota-kota besar lainnya.
Kurator IKN yang juga Gubernur Jawa Barat periode 2018 -- 2023 M. Ridwan Kamil atau yang kini akrab disapa RK menyatakan bahwa dalam waktu dekat Jakarta masih tidak terlalu terpengaruh dengan pemindahan ibu kota dari sisi aktivitasnya. Hal itu juga sesuai pengalaman negara lain bahwa perubahan itu bisa terjadi mencapai puluhan tahun bahkan ada juga yang mencapai 100 tahun seperti Washington DC, Amerika Serikat.
Apalagi IKN ini tidak ada penduduknya sehingga dipastikan tidak terlalu berdampak pada aktivitas di Jakarta.
Arsitek itu menyatakan bahwa tantangan Jakarta 5 tahun ke depan yaitu terkait penanganan perubahan iklim. Oleh karena itu, pemimpin Jakarta mendatang harus membenahi masalah tersebut dengan serius.
Dampak perubahan iklim, antara lain, menurunnya kualitas udara, sudah terlihat nyata karena hampir 60 persen penyakit yang diderita warga Jakarta yaitu terkait permasalahan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) karena faktor udara dan polusi.
Selain itu, Jakarta juga harus konsentrasi pada permasalahan livability atau kelayakan hidup. Ketika ada orang yang mau berjalan kaki di sebuah kota, maka itu menunjukkan kelayakan hidup di kota tersebut terpenuhi.
Jakarta saat ini masih belum bisa dikatakan sebagai kota livability karena orang yang berjalan kaki di kota ini masih terpaksa sehingga pemimpin selanjutnya harus memperhatikan itu, agar Jakarta bisa menjadi kota sehat bertaraf global yang diimpikan.
“Setelah IKN jadi ibu kota, Jakarta tidak akan banyak perubahan dari segi aktivitas,” kata Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil itu,
Sementara itu, Presiden Eastern Regional Organization for Planning and Human Settlements (EAROPH) International Emil Dardak menyatakan bahwa Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota harus tetap menyediakan hunian di pusat kota demi menjaga perekonomian agar tetap berputar.
Jika pusat Kota Jakarta sudah tidak ada hunian maka perekonomian juga terganggu karena pada malam harinya akan menjadi kota kosong.
Untuk itu, guna menjaga Jakarta tetap sebagai kota yang menjadi tujuan setelah perpindahan ibu kota ke IKN, Kalimantan Timur, maka harus dijaga, salah satunya dengan menyediakan hunian di tengah kota yang terjangkau.
Dari hasil kajian lembaga tersebut menunjukkan empat poin untuk menjaga Jakarta agar tetap sebagai megapolitan. Pertama, bagaimanapun Jakarta harus merevitalisasi fungsinya, jangan sekadar untuk belanja dan kantor.
Kedua, bagaimana menjaga aksesibilitas di dalam kota Jakarta agar tetap baik. Rasio jalan di Jakarta ini memang jauh di bawah kota-kota besar lainnya di dunia. Untuk menjawabnya bukan berarti hanya membangun jalan, tetapi bagaimana tata kotanya, transportasi publiknya harus ada visi yang lebih besar lagi.