Sri meyakini siapapun kepala daerah kota Jambi ke depan pasti akan memahami dan tidak akan mudah untuk melakukan perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan. Apalagi peraturan perundang-undangan terkait smart city ini dalam bentuk peraturan daerah.
"Peraturan daerah kan kesepakatan antara kepala daerah dengan DPRD-nya. Tidak mudah juga nanti kemudian diganti, diubah untuk kebijakan politik yang panjang dan membutuhkan biaya yang panjang," ujarnya.
“Sekali lagi saya berharap para kepala dinas yang mengawal, suksesnya masih di kota Jambi ini yang harus meyakinkan kepada kepala daerah, bahwa terus dikawal untuk kebaikan pelayanan publik, kebaikan pembangunan, kebaikan lingkungan, kebaikan ekonomi di kota Jambi,” harap Sri Purwaningsih.
Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Jambi, Sri merasa bersyukur bahwa persentase cukup tinggi dan baik. Hal itu didorong dari tingginya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) kota Jambi.
“Alhamdulillah kota Jambi ini IPM-nya tinggi, PDRD-nya juga tinggi. DPRD kota Jambi ini sebesar 4,8 juta atau 3,7 juta Rupiah per kapita per tahunnya. Menunjukkan bahwa perekonomian di kota Jambi juga bagus dan angka pembangunan manusianya juga bagus. Tiga hal ya, kesehatan, pendidikan, ekonomi. Jadi ketiga-tiganya ini bagus sehingga angkanya tinggi,” jelas Sri Purwaningsih.
Sri juga menjelaskan terkait setelah penerapan smart city apakah ada perbedaannya dari sebelumnya dengan angka yang tinggi tersebut dan dengan indikator evaluasi smart city yang bagus. Hal itu, kata Sri, tentu saling berkolerasi.
“Waktu penghitungannya tentu berbeda, sesuai dengan aturan tahapan masing-masing. Bagaimana melakukan penilaian untuk smart city, bagaimana penilaian penghitungan untuk indeks pembangunan manusia tetapi bahwa dua hal itu ada korelasi,” pungkas Sri Purwaningsih. (*)