Acara sore kemarin hanya itu. Singkat.
"Kami semua happy melihat peristiwa ini. Kami melihat dua tokoh yang sama-sama bijaksana," ujar Prof Dr Ario Djatmiko yang juga diundang salat asar. Ia guru besar senior di Unair. Ahli kanker.
"Saya pun tidak terpancing pertanyaan wartawan. Saya ingin menjaga kondisi yang bagus ini tidak rusak," katanya.
Sehari sebelumnya memang sempat panas. Yakni ketika dekan yang dipecat datang ke rektorat. Hari itu Prof Bus didampingi banyak sekali pengacara. Termasuk dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
Prof Mik sempat pesimistis urusan ini bisa selesai dengan baik. Hari itu Prof Bus menyatakan keberatan dipecat. Ia minta klarifikasi.
Isi surat yang diserahkan sebenarnya baik-baik saja: minta klarifikasi. Tapi banyaknya pengacara yang mendampingi menimbulkan perkiraan pemecatan ini akan berlanjut ke pengadilan. "Kalau sampai itu terjadi nama Unair akan hancur," ujar Prof Mik.
Banyak yang bersyukur masalah pemecatan ini berakhir sangat baik. Bahkan pelukan itu beberapa kali. Sejak masih di dalam masjid ternyata sudah bersalaman dan berpelukan. Yakni setelah salat asar. Sempat ada yang bertepuk tangan saat melihat adegan itu di dalam masjid.
Unair ternyata punya dua Ksatria Airlangga yang bijaksana.(Dahlan Iskan)