Perubahan warna dari hijau menjadi putih menandakan meningkatnya aktivitas Gunung Kelimutu. Perubahan warna ini tidak mempunyai pola yang jelas, tergantung aktivitas vulkanik yang terjadi
Danau Kelimutu yang terletak di ketinggian 1.639 mdpl tersebut berasal dari kata dari "keli" yang berarti gunung dan "mutu" yakni mendidih. Dengan demikian, Kelimutu bermakna gunung mendidih dengan perbedaan warna air.
Tak heran pesona danau tiga warna tersebut memukau sejumlah wisatawan untuk mengunjungi danau yang berjarak 65 km dari Kota Ende tersebut. Tak hanya wisatawan lokal, banyak pula turis mancanegara yang takjub.
Seorang wisatawan asal Jakarta, Gabriel, mengaku takjub dengan pemandangan alam yang luar biasa di kawasan tersebut. Meskipun kala itu ia tak bisa melihat dengan jelas keindahan danau tersebut karena terhalang kabut, tak menutupi ketakjuban Gabriel akan keindahan pesona alam tersebut.
“Indah sekali. Ternyata banyak wilayah di Indonesia yang perlu dijelajahi dan lebih indah dibandingkan tempat lain,” kata Gabriel yang baru pertama datang ke Danau Kelimutu.
Untuk menuju kawasan tersebut, Gabriel harus bermalam di desa yang ada di kaki gunung tersebut. Banyak penginapan dengan harga terjangkau tersedia di kawasan berhawa sejuk. Ia menyarankan pengunjung datang sebelum pukul 08.00 waktu setempat agar bisa melihat keindahan danau tersebut lebih jelas. Jika bepergian sendirian, penduduk lokal dengan senang hati akan mengantarkan pengunjung.
Pemandu wisata dari Dinas Pariwisata Ende, Ferdinand Radawara, mengatakan dari tiga danau tersebut, hanya danau Tiwu Ata Mbupu yang bisa didekati, namun pengunjung tetap tidak diperkenankan melakukan aktivitas seperti berenang.
“Apalagi saat ini berada pada Level II atau 'Waspada'. Pengunjung hanya diperbolehkan untuk naik ke puncaknya, tidak boleh mendekat ke danau. Waktu kunjungan pun dibatasi hanya sampai pukul 12.00,” terang Ferdinand.
Ritual Pati Ka
Sampai saat ini, komunitas adat di kawasan Gunung Kelimutu rutin menggelar ritual memberi makan dan minum para arwah Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata’ atau Pati Ka, yang biasa diselenggarakan pada 14 Agustus.
Ritual yang diselenggarakan sebanyak 22 komunitas adat tersebut diselenggarakan di situs Pati Ka yang berada di kawasan Danau Kelimutu. Prosesi ritual biasanya dipersiapkan dari tempat parkir lalu peserta berjalan beriringan menuju situs dengan membawa persembahan yang terdiri atas nasi, daging babi, sirih dan pinang, serta rokok. Untuk minumannya ada air putih dan minuman alkohol lokal atau moke.
“Masing-masing tetua adat atau mosalaki akan meletakkan persembahan di pelataran situs Pati Ka,” kata Ferdinand.
Setelah menaruh persembahan, masing-masing mosalaki memberikan sambutan dan dilanjutkan dengan menari mengelilingi pelataran tersebut. Sisa-sisa persembahan tersebut dibagikan kepada masyarakat atau pengunjung yang datang ke kawasan tersebut.
Biasanya, masyarakat berebut ingin mendapatkan sisa persembahan karena dipercaya akan membawa berkah.
Selain untuk menghormati dan berkomunikasi dengan para leluhur, ritual yang dilakukan setiap tahun itu juga bertujuan untuk menolak bala. Masyarakat setempat percaya bahwa perubahan yang terjadi pada danau baik warna maupun kondisi air yang menyusut, memberi pesan pada penduduk.
Terlepas dari relasi penduduk dengan alam, pesona Danau Kelimutu terlalu sayang untuk dilewatkan. Paling tidak, sekali dalam seumur hidup, berkunjunglah ke danau tiga warna ini. (ant)