Baca Koran Jambi Ekspres Online

Ikhtiar Kolektif Para Peternak Lokal Untuk Saling Menopang

OLAH BIOGAS: Rosipul Akli, Ketua Kelompok Ternak Tirto Sari Samboja, mengangkut kotoran sapi untuk diolah menjadi biogas. FOTO: ANTARA/AHMAD RIFANDI --

Cerita ini bermula jauh sebelum api biru itu menyala. Kelompok Ternak Tirto Sari berdiri pada 2014, sebuah ikhtiar kolektif para peternak lokal untuk saling menopang.

Seiring berjalannya waktu, satu masalah klasik muncul: kotoran sapi atau kohe (kotoran hewan).

Dengan populasi sapi yang terus bertambah--kini mencapai 42 ekor dan bakal ditambah 50 ekor lagi untuk penggemukan--limbah yang dihasilkan menjadi gunungan persoalan.

"Dulu ya hanya menumpuk saja guna menunggu jadi pupuk kering, sehingga jadi masalah bau dan lingkungan," kata Akli mengenang

Titik baliknya datang pada 2020. Melalui program dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kelompok mereka menerima bantuan 11 unit reaktor biogas.

Reaktor ini, sederhananya, seperti "perut buatan" berkapasitas empat meter kubik yang mencerna kotoran sapi dan mengubahnya menjadi gas metana (CH₄) untuk bahan bakar.

"Awalnya kami dapat 11 unit untuk kelompok Tirto Sari. Tapi kami berpikir, manfaat ini jangan berhenti di kami saja," kata Akli.

Prinsip berbagi menjadi napas gerakan mereka. Alih-alih menempatkan semua reaktor di satu lokasi, Akli dan kawan-kawan menyebarkannya.

Hanya satu unit yang diletakkan di kandang komunal untuk operasional. Sepuluh unit sisanya didistribusikan kepada warga di tiga kelurahan berbeda: Sungai Merdeka, Handil Baru, dan Wonotirto.

Syaratnya sederhana, warga penerima harus memiliki minimal tiga sapi untuk memastikan pasokan bahan bakar kotoran tetap berkelanjutan.

Langkah ini mengubah tumpukan kotoran yang semula menjadi masalah komunal menjadi solusi rumah tangga.

"Sangat terbantu. Warga merasa sangat terbantu," kata Akli.

Satu unit reaktor berkapasitas empat kubik itu bahkan bisa dimodifikasi. Dengan sistem paralel menggunakan selang tambahan, satu reaktor bisa melayani kebutuhan memasak untuk tiga hingga empat rumah tangga.

Di saat banyak orang pusing karena kelangkaan atau kenaikan harga LPG, warga binaan Kelompok Tirto Sari tinggal melangkah ke belakang rumah, mengaduk kotoran sapi dengan air, dan memasukkannya ke dalam reaktor.

"Kami di sini enggak pernah bingung soal LPG," kata Akli sambil tersenyum.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan