Baca Koran Jambi Ekspres Online

Ikhtiar Kolektif Para Peternak Lokal Untuk Saling Menopang

OLAH BIOGAS: Rosipul Akli, Ketua Kelompok Ternak Tirto Sari Samboja, mengangkut kotoran sapi untuk diolah menjadi biogas. FOTO: ANTARA/AHMAD RIFANDI --

Syaratnya pun sederhana. Cukup dengan memiliki minimal tiga ekor sapi, sebuah keluarga dapat menghasilkan gas metana yang cukup untuk kebutuhan memasak sehari-hari.

"Selama sapi masih ada, gas terus tersedia. Ini sangat membantu bagi mereka," kata Elly. Efisiensinya bahkan disebut melebihi penggunaan LPG.

Namun, manfaatnya tak berhenti di penggantian gas. Program ini menciptakan sebuah sistem ekonomi sirkular di tingkat kampung.

Limbah akhir dari proses biogas, atau slurry, merupakan produk sampingan yang sangat bernilai: pupuk organik cair dan padat. Hal ini menciptakan siklus terintegrasi yang mendukung swasembada pangan sekaligus energi.

Keberhasilan optimalisasi biogas datang dari petani di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, serta Long Kali dan Long Ikis, Kabupaten Paser.

"Mereka mengaku mengalami penghematan ganda. Selain tidak perlu lagi membeli LPG, sisa limbah biogas langsung dimanfaatkan untuk pupuk, sehingga mereka tak perlu membeli pupuk kimia untuk perkebunan," tutur Elly.

Kini, program yang telah tersebar di enam kabupaten/kota ini bersiap untuk naik kelas. Dinas ESDM Kaltim merencanakan pengembangan biogas skala besar yang terpusat di 30 lokasi Pengembangan Desa Korporasi Ternak (PDKT).

Gas yang dihasilkan nantinya disalurkan melalui jaringan perpipaan atau kantong gas portabel ke rumah-rumah sekitar.

Meskipun ada tantangan, seperti keberlanjutan pasokan kotoran jika ternak dijual, program ini telah terbukti sebagai solusi konkret.

Harapan Kemandirian

Tentu saja, jalan para kelompok ternak tidak selamanya mulus. Perawatan menjadi kunci. Salah satu kelemahan kompor biogas adalah materialnya yang rentan korosi jika tidak rajin dibersihkan setelah memasak.

"Kuncinya kembali ke kita lagi, soal perawatannya," ujar Ketua Kelompok Ternak Tirto Sari, Akli.

Produksi gas juga dipengaruhi cuaca. Saat cuaca panas, fermentasi berjalan optimal dan produksi gas melimpah. Sebaliknya, jika cuaca mendung atau hujan berhari-hari, produksi gas sedikit menurun.

Namun, tantangan itu tidak menyurutkan langkah mereka. Justru, keberhasilan 11 unit reaktor skala rumah tangga ini memompa semangat mereka untuk bermimpi lebih besar.

Kini, di salah satu sudut lahan kelompok, sebuah proyek lebih besar tengah disiapkan. Sebuah reaktor biogas raksasa berkapasitas 17 meter kubik. Jika reaktor empat kubik bisa menghidupi 3-4 dapur, reaktor ini dirancang untuk tujuan yang jauh lebih besar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan