PAEI Anjurkan Pengenalan Aksara Kuno Melalui Ekstrakurikuler di Sekolah

Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) Ninie Susanti (kiri) menjelaskan makna dari replika arca Dhyani Buddha Vairocana pada pembukaan Pameran Literasi Aksara Gata di Museum Kebangkitan Nasional--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) mengusulkan agar aksara kuno diperkenalkan di sekolah-sekolah melalui program ekstrakurikuler.

Usulan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa mengenai pentingnya melestarikan warisan budaya dan mengapresiasi pesan-pesan yang terkandung dalam peninggalan budaya lokal.
Ketua PAEI, Ninie Susanti, menyampaikan pandangannya dalam acara Pameran Literasi Aksara Gata yang berlangsung di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat.

BACA JUGA:Indonesia Berambisi Memajukan Kebudayaan Sebagai Kekuatan Nasional, Mirip dengan Korea Selatan

BACA JUGA:Tunggu Perintah Ditjen Kebudayaan Terkait Pemindahan Stockpile di Sekitar Kawasan Candi

“Mengajarkan aksara kuno di sekolah melalui ekstrakurikuler atau pelajaran tambahan akan membantu siswa memahami adat-istiadat dan pesan moral dari masa lalu. Ini juga bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi mereka,” ujar Ninie.
Pameran ini diadakan oleh PAEI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, dan beberapa lembaga lainnya.

Ninie menekankan bahwa mempelajari aksara daerah seharusnya menjadi bagian dari kurikulum pendidikan, agar siswa tidak hanya belajar aksara asing.
Ninie juga menjelaskan bahwa PAEI secara aktif mengajarkan aksara kuno kepada generasi muda sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya.

BACA JUGA:Butuh Peran Masyarakat Lestarikan Kebudayaan Agar Tidak Punah

BACA JUGA:Kemendikbudristek Sebut Kebudayaan Aset Penting Untuk Identitas Bangsa

“Kami merasa puas ketika dapat membagikan pengetahuan tentang aksara kuno dan berharap sekolah bisa memasukkan ini sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler, untuk menumbuhkan kecintaan dan semangat budaya pada siswa,” katanya.
Judi Wahjudin, Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek, mengungkapkan bahwa meskipun epigrafi tidak diwajibkan dalam kurikulum, sosialisasi dapat dilakukan melalui program-program seperti gerakan seniman masuk sekolah.

“Memasukkan epigrafi dalam kurikulum bisa menambah beban, jadi lebih baik melalui program-program yang melibatkan berbagai pakar, termasuk ahli tulisan kuno,” ujarnya.
Judi juga mengusulkan pemberdayaan maestro seni lokal yang memahami tulisan kuno untuk memperkenalkan aksara kepada masyarakat.

“Maestro seni yang memiliki pengetahuan tentang aksara kuno perlu dilibatkan dalam program-program pelestarian budaya. Ini bisa diusulkan secara formal kepada PAEI dan komunitas terkait,” tambahnya.

BACA JUGA:Babak Baru Dialog Kebudayaan Indonesia-Belanda
Pameran Literasi Aksara Gata akan berlangsung hingga Sabtu (28/9) dan menampilkan berbagai aksara kuno Nusantara, termasuk abklats, replika, negatif kaca, dan cetakan logam dari koleksi Direktorat Jenderal Kebudayaan, BRIN, dan FIB UI.

Pameran ini menonjolkan syair-syair kuno yang mengandung nasihat bijaksana tentang hubungan manusia dengan alam. (*)

Tag
Share