Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru di Gorontalo: Pelaku Dapat Dikenakan Berbagai Undang-Undang
Direktur Lembaga Riset Hukum dan Gender (Leaders) Gorontalo Hijrah Lahaling (tengah) saat konferensi pers terkait kasus kekerasan seksual yang melibatkan oknum guru dan siswa--
GORONTALO, JAMBIEKSPRES.CO-Dalam insiden kekerasan seksual yang melibatkan seorang guru dan siswa di Gorontalo, Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) Provinsi Gorontalo menegaskan bahwa pelaku memiliki sejumlah undang-undang yang dapat dikenakan padanya, mengingat statusnya sebagai pendidik.
Hijrah Lahaling, Direktur Lembaga Riset Hukum dan Gender (Leaders) Gorontalo, menjelaskan bahwa guru tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, khususnya Pasal 81 yang mengatur mengenai eksploitasi dan persetubuhan anak.
"Pasal 81 ayat (1) hingga (3) menegaskan sanksi bagi siapapun yang membujuk anak ke dalam tindakan seksual," jelasnya.
BACA JUGA:Perampasan Hak Asuh Anak Dikenali Sebagai Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan
BACA JUGA:Pencegahan Kekerasan Seksual Harus Libatkan Semua Pihak
Ia juga menambahkan bahwa jika pelaku adalah orang yang memiliki otoritas terhadap anak, seperti orangtua atau guru, maka sanksi pidana dapat diperberat.
Selain UU Perlindungan Anak, pelaku juga bisa dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mencakup tindakan kekerasan seksual terhadap anak.
Sanksi maksimal dalam UU Perlindungan Anak dapat mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga lima miliar rupiah.
"Bentuk kejahatan ini sering kali melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan manipulasi emosional terhadap anak," kata Hijrah.
BACA JUGA:Perlu Terapi Psikologis bagi Anak Korban Kekerasan Seksual
BACA JUGA:Kemendikbud Ajak Generasi Muda Bijak Bermedsos untuk Hapus Kekerasan
Dia menekankan bahwa argumen 'suka sama suka' tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk menghindari hukuman.
"Pihak berwenang dan masyarakat perlu melihat lebih dalam daripada sekadar klip video yang beredar," tambahnya.
Hijrah juga mengingatkan bahwa Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 menggarisbawahi hak setiap anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan.
Dia berharap sekolah dapat memberikan dukungan yang memadai bagi korban, alih-alih menyalahkan mereka.
BACA JUGA:Siswi SMA di Jambi Diduga Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Perampokan oleh Oknum Ojek Online