Kesehatan Mental Jadi Kunci Raih Bonus Demografi, Lindungi Pekerja dari 'Toxic Workplace'
Ilustrasi - Salah satu ruang kerja sebuah Kantor Berita di Jakarta yang mendukung lingkungan kerja yang nyaman dengan fasilitas memadai dapat membuat karyawan bekerja dengan tenang dan tidak mudah stres sehingga menunjang produktivitas karyawan--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Lingkungan kerja yang "toxic" mengancam kesehatan mental pekerja dan menghambat produktivitas.
Padahal, kesehatan mental yang baik adalah kunci untuk meraih potensi bonus demografi.
Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres dan burnout cenderung kurang produktif dan lebih sering absen.
Selain itu, masalah kesehatan mental juga dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan meningkatkan risiko penyakit fisik.
BACA JUGA:Perhatian Terhadap Kesiapan Mental Anak dalam Penggunaan Sepeda Listrik ke Sekolah
BACA JUGA:Vaksin Mpox di Indonesia Telah Mendapat Persetujuan WHO dan BPOM, Bukan Vaksin Eksperimental
Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perlu menciptakan lingkungan kerja yang positif dan mendukung. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Program wellness: Menyediakan program olahraga, meditasi, dan konseling gratis bagi karyawan.
2. Pelatihan manajemen stres: Melatih karyawan untuk mengelola stres dan konflik di tempat kerja.
3. Saluran pengaduan: Menyediakan saluran yang aman bagi karyawan untuk melaporkan masalah atau pelecehan di tempat kerja.
Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam mendukung kesehatan mental pekerja, misalnya dengan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan untuk menyediakan fasilitas kesehatan mental dan memberikan perlindungan hukum bagi pekerja yang mengalami pelecehan.
BACA JUGA:Dampak Kesehatan Mental Anak Jika Diasuh Orang Lain
BACA JUGA:Urus Visa Permanent, Cukup Menguras Mental
Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif, serta memastikan bahwa bonus demografi dapat dimanfaatkan secara optimal. (*)