Dorong Pemerintah Evaluasi Kebijakan Soal Kesejahteraan Dosen

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Mahfudz Abdurrahman--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Mahfudz Abdurrahman mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan yang terkait dengan kesejahteraan dosen di Indonesia.

"Komisi X mendorong pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan terkait kompetisi dan kesejahteraan dosen serta tenaga pendidik agar tercapai kesetaraan dan keadilan," kata Mahfudz dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI mengenai pendidikan tinggi, riset, dan teknologi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Dorongan tersebut merupakan salah satu poin kesimpulan dalam RDPU yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan perguruan tinggi dan Serikat Pekerja Kampus (SPK).

Sebelumnya, SPK meminta agar pemerintah memastikan dosen-dosen di Indonesia mendapatkan upah yang layak, yakni minimal Rp10 juta per bulan.

"Tuntutan kami, tentu saja kami berharap, berikan upah yang layak. Take home pay (gaji bersih) minimal Rp10 juta. Kenapa Rp10 juta? Karena di kementerian pun, mohon maaf Kementerian Keuangan di bawah S-1 pun mereka take home pay Rp10 juta," kata Ketua SPK Dhia Al Uyun.

Apabila pemberian upah Rp10 juta per bulan tidak memungkinkan, Dhia melanjutkan, SPK mengusulkan agar standar gaji yang layak bagi dosen adalah minimum sebesar tiga kali upah minimum di suatu daerah.

Dhia yang juga merupakan dosen Universitas Brawijaya itu menjelaskan, SPK telah melakukan riset yang menunjukkan bahwa 61 persen dari 1.200 dosen yang disurvei menerima gaji bersih di bawah Rp3 juta.

"Kami sudah ada riset, 1.200 dosen itu di bawah Rp3 juta, jadi setara upah satpam bank untuk jenjang pendidikan S-2, dosen minimal S-2. Kemudian, dosen PTS (perguruan tinggi swasta) lebih tragis lagi karena mereka di bawah Rp2 juta, lebih rendah dari tukang bangunan, padahal mereka juga S-2," ucap Dhia.

Dhia juga menyampaikan, bahwa 61 persen dari 1.200 dosen yang mengikuti riset SPK menyatakan beban kerja mereka tidak sebanding dengan kompensasi yang diterima.

Lalu, 76 persen di antaranya pun mengaku bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Jadi, dosen-dosen di Indonesia kayanya karena kerja sampingan, bukan karena profesi sebagai dosen," katanya.

Lebih lanjut, Dhia juga menyampaikan bahwa akibat kompensasi yang tidak sesuai dengan beban kerja, 72,2 persen dosen mengalami kelelahan kerja tinggi.

Bahkan, ada dosen yang mengalami gangguan jiwa, bunuh diri, atau meninggal dunia saat bertugas.

Beberapa dosen pun terjerat pinjaman online sebagai akibat dari masalah finansial ini.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan