Cegah Kekerasan, Perlu Kesamaan Persepsi Guru dan Orangtua

Ilustrasi - Kampanye damai perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan pelecehan seksual--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Co-founder Sehat Jiwa, Nur Ihsanti Amalia, mengungkapkan bahwa kesamaan persepsi antara guru dan orang tua sangat penting untuk mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan. 

Menurutnya, kolaborasi yang baik dan komunikasi yang efektif antara kedua pihak akan mengurangi potensi terjadinya konflik yang berujung pada laporan hukum terkait dugaan kekerasan.

"Koordinasi, kolaborasi, atau kerja sama dengan orang tua sangat krusial. Dengan kesamaan persepsi sejak awal, kita bisa mencegah terjadinya laporan kekerasan, di mana orang tua merasa anaknya mendapatkan perlakuan tidak pantas, dan kemudian melaporkannya ke pihak berwajib," kata Santi dalam webinar yang digelar di Jakarta.

Dalam pengalamannya berkunjung ke Maluku, Santi menyebutkan bahwa kekerasan sudah menjadi hal yang biasa terjadi di beberapa daerah, meskipun tujuan dari kekerasan tersebut adalah untuk mendisiplinkan siswa. 

Namun, ia menegaskan bahwa kekerasan dalam bentuk dan intensitas apapun tidak bisa dibenarkan, meskipun dilakukan dengan tujuan positif.

Oleh karena itu, penting untuk menyamakan persepsi mengenai definisi kekerasan yang bisa diterima oleh semua pihak. Baik guru, sekolah, maupun orang tua harus sepakat bahwa kekerasan tidak boleh dilakukan dalam bentuk apapun.

Santi juga menekankan pentingnya keterampilan sosial dan emosional yang baik bagi setiap individu untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan damai. Pengembangan keterampilan ini tidak hanya membutuhkan dukungan dari sekolah dan orang tua, tetapi juga dari komunitas yang lebih luas.

“Semua pihak harus kolaborasi dan gotong royong. Ini adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pendidikan,” ujar Santi, yang juga lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Untuk menumbuhkan kesadaran antikekerasan, Santi mendorong guru agar menanamkan nilai-nilai saling menghargai dalam setiap kegiatan pembelajaran, seperti mengajak siswa untuk berdoa bersama atau memberi apresiasi kepada teman sebangku sebelum memulai pelajaran. 

Dengan demikian, keterampilan sosial dan rasa kasih sayang dapat tercipta melalui interaksi sehari-hari.

Santi menyadari bahwa menumbuhkan kesadaran ini tidak mudah, terutama di daerah dengan budaya kekerasan yang sudah mengakar. 

Ia berharap Dinas Pendidikan dapat memperkuat perannya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman, seperti yang telah dilakukan di Maluku dengan mengedepankan konsep pendidikan "orang basudara", yang mengutamakan persaudaraan dan rasa aman di antara siswa. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan