Fokus Membumikan Isu Air, Kebersihan dan Sanitasi

PEDULI SANITASI: Iffah Rachmi koordinator organisasi akar rumput pemuda Lampung peduli sanitasi dan air bersih saat mewakili menerima penghargaan Kyoto di forum air dunia di Bali beberapa waktu lalu. --

Permasalahan kesehatan berupa stunting, perekonomian yang terganggu, pendidikan tidak maksimal hingga regenerasi generasi selanjutnya yang terganggu. Menjadi contoh atas dampak yang ditimbulkan dari sebuah tinja yang mencemari air dan terbentuk atas prilaku buruk individu yang enggan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Di Kota Bandarlampung saja, berdasarkan riset terbaru dari Kementerian Kesehatan pada 2021, sebanyak 70 persen air minum di ibukota provinsi itu tercemar oleh tinja.

Riset terbaru di Kota Metro hal yang sama terjadi akibat rembesan tanki septik yang tidak kedap serta letaknya terlalu dekat dengan sumber air terutama di permukiman padat penduduk.

Dengan permasalahan yang ada itu, membuat dirinya bersama para pemuda yang tergabung dalam Youth Sanitation Concern memulai praktik baik untuk membumikan isu sumber daya air berkelanjutan serta sanitasi secara luas ke masyarakat, melalui pendekatan komunikasi perilaku.

Proyek inisiasi pertama para pemuda Lampung itu di mulai dari salah satu slum area atau daerah padat penduduk di Kota Bandarlampung tepatnya di Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan.

Dengan jumlah warga di satu rukun tetangga (RT) sekitar 500 orang dengan 101 kepala keluarga, itu, sebenarnya memiliki sarana mandi cuci kakus (MCK) komunal yang terbangun sejak 2009, namun keadaannya rusak parah. Sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar di laut kembali dilakukan.

Dengan kondisi saat itu pandemi COVID-19 masih berlangsung, para pemuda di bawah koordinator Iffah berupaya membangun kepercayaan serta meningkatkan partisipasi masyarakat, agar mau belajar tidak membuang air besar di sungai serta laut.

Perbaiki MCK Komunal

 

Langkah mengubah prilaku masyarakat itu dimulai dengan pendekatan ke pemuda setempat, lalu mencoba memperbaiki MCK komunal yang rusak dengan mengajari mereka membuat desain agar MCK komunal bisa berkelanjutan tidak rusak, mencari pendanaan serta mengidentifikasi kerusakan serta permasalahan tidak adanya sumber air bersih bagi masyarakat membuang hajat dan mandi.

Dengan adanya kebiasaan buang air besar yang masih berlangsung dan menjadi hal lumrah, sempat membuat masyarakat enggan untuk berpartisipasi.

Ditambah lagi adanya stigma anak muda tidak akan membantu membuat perubahan, sempat memperlama proses perbaikan MCK komunal tersebut hingga dua bulan lamanya warga baru bersedia berkumpul untuk bermusyawarah.

Tak lama waktu berjalan dengan kegigihan komunitas Youth Sanitation Concern itu, akhirnya masyarakat mulai ikut serta melakukan hal kecil, dengan membersihkan sarana MCK tersebut. Dan lama kelamaan partisipasi masyarakat meningkat hingga mereka bersedia membayar jasa tukang untuk membangun MCK sedangkan material bangunan, komunitas itulah yang menyediakan.

Partisipasi aktif masyarakat terus berlanjut hingga penyediaan penggantian pompa tenaga surya sebanyak empat kali, secara swadaya.

Kesadaran untuk menjaga infrastruktur MCK komunal itu terbentuk karena masyarakat sudah merasakan manfaatnya serta muncul rasa memiliki terhadap sarana MCK komunal tersebut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan