Indonesia Serukan Proses Transisi Inklusif di Suriah Usai Kejatuhan Rezim Bashar Al-Assad
Ilustrasi- Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI.--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Indonesia menyerukan agar proses transisi pemerintahan di Suriah dilakukan secara inklusif, demokratis, dan damai demi kepentingan seluruh rakyat Suriah, setelah jatuhnya rezim Bashar Al-Assad usai Ibu Kota Damaskus takluk ke tangan kelompok oposisi bersenjata.
“Krisis di Suriah hanya dapat diselesaikan melalui suatu proses transisi yang inklusif, demokratis, dan damai yang mengedepankan kepentingan dan keselamatan rakyat Suriah,” ujar Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI melalui pernyataannya di media sosial.
Pemerintah RI juga menyoroti kekhawatiran terkait pengaruh situasi di Suriah terhadap keamanan kawasan dan dampak kemanusiaan yang bisa ditimbulkan.
Oleh sebab itu, Indonesia menekankan pentingnya menjaga kedaulatan, kemerdekaan, dan keutuhan wilayah Suriah selama proses transisi berjalan.
BACA JUGA:Presiden Rusia Tuding AS Bertindak Agresif di Timur Tengah
BACA JUGA:WNI Diimbau Tidak Lakukan Perjalanan ke Timur Tengah
Kemlu RI menyerukan semua pihak untuk memberikan perlindungan kepada warga sipil di Suriah dengan mematuhi hukum internasional, terutama hukum humaniter dan hak asasi manusia (HAM).
Dalam situasi ini, KBRI Damaskus juga memastikan telah mengambil berbagai langkah untuk melindungi keselamatan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Suriah.
Berdasarkan catatan resmi, hingga saat ini masih terdapat 1.162 WNI yang menetap di Suriah.
KBRI Damaskus juga telah mengaktifkan status Siaga 1, status keamanan tertinggi, untuk mengantisipasi kemungkinan memburuknya situasi keamanan.
Apabila diperlukan, KBRI Damaskus sudah mempersiapkan skenario evakuasi warga Indonesia ke tempat yang lebih aman.
Rezim Bashar Al-Assad dipastikan jatuh pada hari Minggu setelah kehilangan kendali atas Ibu Kota Damaskus yang diserbu kelompok oposisi bersenjata pada Sabtu.
Pertempuran ini menandai babak akhir dari konflik berkepanjangan yang telah berlangsung sejak 2011.
Eskalasi kekerasan bermula pada akhir November lalu di kawasan pedesaan barat Aleppo, yang semakin melemahkan posisi militer Suriah.