Kejagung Periksa Saksi Terkait Kasus Impor Gula

Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin melantik Jamwas Rudi Margono dan Kabadiklat Kejaksaan Leonard Eben Ezer Simanjuntak.--

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO–Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian terkait dengan penyidikan dugaan korupsi dalam impor gula yang terjadi pada periode 2015 hingga 2016. 

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendalami lebih lanjut keterlibatan mereka dalam kasus yang melibatkan impor gula kristal mentah oleh Kementerian Perdagangan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa tim jaksa penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa IKHP, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi pada Kemenko Perekonomian. 

“IKHP diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan korupsi impor gula yang melibatkan sejumlah pejabat terkait di Kementerian Perdagangan,” jelas Harli dalam keterangannya, yang diterima di Jakarta.

BACA JUGA:Pejabat Kejagung Ikut Seleksi Lelang Jabatan 4 Kepala Biro di Pemprov Jambi

BACA JUGA:Lagi, Kejagung Sita Aset PT Duta Palma

Selain memeriksa IKHP, penyidik Kejagung juga memanggil beberapa saksi lainnya untuk memperjelas alur kasus ini. Di antaranya adalah YEND, seorang pegawai Kementerian Perdagangan yang menjabat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Analisis Perdagangan Ahli Muda di Subdirektorat Barang Kehutanan Kelautan Perikanan, Direktorat Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. YEND telah berkarier di posisi tersebut sejak 2022 hingga saat ini. Seorang saksi lainnya yang turut diperiksa adalah AA, Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang menjabat sejak 24 Agustus 2016 hingga 24 April 2020.

Harli menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap ketiga saksi ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas penyidikan dalam kasus yang melibatkan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau yang lebih dikenal dengan Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, bersama beberapa pihak lainnya yang terlibat. 

"Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperjelas peran dan kontribusi para saksi dalam proses persetujuan impor gula yang kemudian menjadi bagian dari perkara ini," tambah Harli.

Kasus ini bermula pada tahun 2015, ketika Tom Lembong, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan, mengeluarkan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP. 

Gula tersebut direncanakan untuk diolah menjadi gula kristal putih. Namun, Kejagung mencatat bahwa keputusan tersebut berlawanan dengan hasil rapat koordinasi antar kementerian pada tanggal 12 Mei 2015, yang menyimpulkan bahwa Indonesia pada waktu itu mengalami surplus gula dan tidak memerlukan impor gula.

Dalam keterangannya, Kejagung menyoroti bahwa persetujuan impor yang diberikan oleh Tom Lembong pada saat itu tidak melalui koordinasi yang tepat dengan instansi terkait dan tidak mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Rekomendasi dari Kementerian Perindustrian sangat penting untuk mengetahui kebutuhan gula dalam negeri, terutama di tengah kondisi surplus yang terjadi pada saat itu.

Kejagung juga menilai bahwa langkah yang diambil oleh Tom Lembong berpotensi merugikan negara karena tindakan tersebut tidak didasari oleh pertimbangan yang matang terkait kebutuhan pasar domestik. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan