Bawaslu Dorong Penyusunan Kembali Hukum Acara Pemilu dan Pilkada
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI --
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Rahmat Bagja, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, mengusulkan agar Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan merancang ulang hukum acara pemilu dan pilkada.
Usulan ini bertujuan untuk menciptakan sistem penanganan pelanggaran yang lebih jelas dan efektif dalam menghadapi tantangan hukum yang ada.
Menurut Bagja, perbedaan mendasar dalam hukum acara antara pemilu dan pilkada sering kali menimbulkan kebingungannya tersendiri.
Salah satunya adalah soal prosedur in absentia, yang menurutnya perlu ada penjelasan lebih lanjut agar tidak menjadi masalah dalam proses penegakan hukum kedepannya.
"Seiring dengan perkembangan yang ada, kami melihat adanya ketidaksesuaian antara aturan pemilu dan pilkada, khususnya dalam hal prosedur yang ada. Ini harus segera dirumuskan ulang agar penanganan pelanggaran di masa depan bisa berjalan lebih baik," ujar Bagja dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta.
Selain itu, Bagja juga menyoroti batas waktu penanganan pelanggaran yang berlaku di Bawaslu, yang hanya 14 hari. Hal ini berbeda dengan proses penyidikan oleh kepolisian, yang membutuhkan waktu lebih lama, yakni tiga hingga enam bulan.
Bagja mengungkapkan bahwa kendala ini membuat penanganan pelanggaran sering kali tidak optimal dan terkesan terburu-buru.
"Prosesnya memang menjadi tantangan besar. Walaupun kita tetap berusaha keras, terkadang masyarakat tidak menyadari bahwa meski ada keterbatasan waktu, kita berhasil melakukan tindakan yang sesuai, bahkan sampai ke keputusan pengadilan," ujar Bagja.
Dalam pandangan Bagja, meskipun proses pemilu dapat diprediksi, hasil yang dicapai tetaplah tidak bisa dipastikan.
Oleh karena itu, untuk menjaga agar proses penanganan pelanggaran berjalan dengan lancar, perlu ada upaya lebih lanjut untuk menyusun ulang hukum acara agar lebih terstruktur dan sesuai dengan perkembangan zaman.
"Ke depan, kami akan mengusulkan revisi terhadap UU Pemilu dan Pilkada, khususnya terkait prosedur hukum acara yang lebih efisien dan efektif dalam menangani pelanggaran. Kami berharap usulan ini bisa disampaikan ke DPR dan pemerintah dalam waktu dekat," jelasnya.
Bagja juga mengingatkan agar para Bawaslu daerah yang akan memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi (MK) menyusun keterangan secara terperinci dan teliti.
Dia juga menegaskan perlunya koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan apabila ada kasus yang berkaitan dengan tindak pidana pilkada.
"Jangan sampai kita hanya menjawab dengan alasan administratif saja, seperti tidak memenuhi syarat materiil, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut berdasarkan petunjuk teknis yang ada," tegas Bagja.
Dengan adanya perubahan dalam hukum acara ini, diharapkan proses pemilu dan pilkada dapat berjalan lebih transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip keadilan. (*)