Dedy-Dayat Minta PSU, Hari Ini Giliran Sidang Sengketa Pilkada Muaro Jambi dan Sarolangun

Pasangan Dedy-Dayat saat mendaftarkan diri untuk maju di Pilbup Bungo --

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO- Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bungo pasangan Dedy Putra dan Tri Wahyu Hidayat sudah membacakan permohonannya di Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang pendahuluan sengketa perselisihan hasil (PHP). Perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Selaku pemohon, pasangan nomor urut 1 ini mendalilkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bungo selaku Termohon maupun Paslon nomor urut 2 Jumiwan Aguza dan Maidani.

Karena itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memerintahkan termohon melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Bupati (Pilbup) Bungo.

“Selisih perolehan suara pemohon tersebut disebabkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh termohon dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 2 yang memenuhi unsur untuk dapat diulangnya pemungutan suara yang siginifikan mempengaruhi keterpilihan pasangan calon," ujar Heru Widodo, kuasa hukum pasangan Dedy-Dayat di Ruang Sidang Gedung II MK, Senin (13/1) kemarin.

BACA JUGA:Bawaslu Daerah Diminta Persiapkan Potensi PSU

BACA JUGA:Gugatan Kandidat di MK Minta Diskualifikasi Hingga PSU, Sidang Dimulai 8 Januari

Berdasarkan penetapan hasil penghitungan suara oleh termohon, pasangan Dedy Putra-Tri Wahyu Hidayat memperoleh  94.782 suara dan pasangan Jumiwan Aguza-Maidani meraih 95.876 suara. 

Namun, menurut pemohon, perolehan suara itu terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan termohon dan pihak Terkait selaku peraih suara terbanyak yang mempengaruhi perolehan suara paslon lain.

Pemohon mengatakan termohon membiarkan dan memfasilitasi pemilih yang tidak memenuhi syarat yaitu belum memiliki KTP elektronik atau biodata kependudukan untuk mencoblos surat suara yang tersebar hampir di seluruh Kabupaten Bungo. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 56 Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

Pemohon juga menyebutkan adanya berbagai pelanggaran yang dilakukan pihak termohon yaitu pencoblosan 50 surat suara oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). 

“Terdapat juga intimidasi KPPS kepada saksi pemohon di TPS, KPPS mengarahkan pemilih lansia untuk mencoblos paslon 2, KPPS menggunakan surat suara pemilih yang tidak hadir ke TPS,” kata Heru membacakan permohon pemohon.  

Selanjutnya warga binaan lapas masih dalam rutan tetapi dinyatakan hadir dan mencoblos di TPS kediamannya, serta orang yang sudah meninggal dunia tetapi tertulis hadir dalam daftar hadir di TPS. 

Sementara itu, Paslon 2 diduga melakukan politik uang atau money politic kepada warga Dusun Tanjung Gedang Kecamatan Pasar Muara Bungo dengan nilai pecahan Rp 100 ribu.

Pemohon menuturkan bahwa Paslon 2 merupakan keponakan bupati petahana. Bupati Bungo yang masih menjabat diduga mengerahkan aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Bungo untuk memenangkan Paslon 2 dengan melibatkan kepala desa (Rio) di seluruh Kabupaten Bungo untuk memihak Paslon 2. Begitu juga dengan ASN, kepala bidang pemuda Disporapar Kabupaten Bungo. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan