Tantangan Stigma dalam Pendidikan Inklusif di PAUD
Tangkapan layar-Direktur Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal (PAUD dan PNF) Kemendikdasmen Suparto memberikan pesan kunci dalam webinar bertajuk Berpikir Komputasional: Asah Kreativitas dan Kemampuan Berpikir Kritis Anak di Jakarta--
JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Meskipun Indonesia telah menunjukkan komitmen besar dalam mengembangkan pendidikan inklusif, masih terdapat tantangan signifikan yang perlu diatasi, khususnya terkait stigma negatif yang melekat pada sekolah-sekolah yang menerapkan kelas inklusi, terutama di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Menurut Suparto, Direktur Guru PAUD PNF Kemendikdasmen, lebih dari 36.000 lembaga pendidikan di Indonesia telah berusaha untuk menyediakan akses pendidikan inklusif bagi anak-anak, meskipun masih banyak kendala yang harus dihadapi, salah satunya adalah pandangan negatif dari sebagian masyarakat.
"Pendekatan pendidikan inklusif membutuhkan kurikulum yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan unik masing-masing anak. Namun, stigma yang berkembang di masyarakat seringkali menghalangi perkembangan positif bagi sekolah-sekolah yang menawarkan kelas inklusi," ujar Suparto dalam sebuah webinar mengenai pengelolaan kelas inklusi di PAUD.
Selain itu, Suparto mengungkapkan bahwa kurangnya pemahaman dan keterampilan para pendidik PAUD mengenai pendidikan inklusif turut menjadi masalah yang tidak kalah penting.
Kondisi ini juga diperburuk dengan sikap beberapa orang tua yang enggan menerima anak-anak mereka dalam kelas yang memiliki kebutuhan khusus.
Lebih lanjut, Suparto menekankan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan inklusif turut memperburuk situasi ini.
Untuk itu, upaya memperbaiki keadaan ini melalui penguatan kompetensi para pendidik PAUD sangat diperlukan.
"Para pendidik PAUD memainkan peran yang sangat krusial dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perkembangan anak-anak, terutama yang memiliki beragam kebutuhan. Penguatan kompetensi mereka adalah langkah penting dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas dan inklusif," ungkap Suparto.
Salah satu solusi yang diusung oleh Kemendikbudristek adalah program pengembangan kompetensi bagi pendidik PAUD melalui sertifikasi non-gelar atau mikro kredensial.
Program ini bertujuan untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengelola kelas inklusif di PAUD.
Harapannya, dengan peningkatan kompetensi pendidik PAUD, pendidikan inklusif di Indonesia dapat lebih diterima, serta dapat beradaptasi dengan kebutuhan dan konteks lokal yang ada di setiap wilayah. (*)