Kuasa Hukum Terdakwa Sebut Tuntutan JPU Tak Bisa Dibuktikan

PEMBELAAN : Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jambi. Hukum terdakwa Andri Irfandi mengklaim tuntutan JPU terhadap kliennya tak bisa dibuktikan--

JAMBI - Tim kuasa Hukum terdakwa Andri Irfandi mengklaim tuntutan  Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jambi terhadap kliennya tidak bisa dibuktikan didalam persidangan.

Diketahui sebelumnya, terdakwa Andri Irfandi merupakan salah satu dari tiga orang terdakwa kasus korupsi Surat Utang Jangka Menengah (Medium Term Notes) yang diterbitkan oleh PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT.SNP) melalui agen PT. MNC Sekuritas.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ronald Safroni beragendakan pembelaan terdakwa terhadap tuntutan dari JPU, berlangsung di Pengadilan Tipikor Jambi pada Senin malam (18/12/23).

Dalam nota pembelaan Tim kuasa hukum terdakwa menyatakan bahwa terdakwa ini tidak benar melakukan perbuatan yang didakwakan oleh JPU.

Dimana menurut kuasa hukum terdakwa, bahwa JPU mendakwahkan kliennya ikut serta mengetahui dana-dana yang ada di MNC Sekuritas, dan kliennya juga didakwakan oleh JPU bahwa kliennya juga mengetahui bahwa keuangan PT SNP bermasalah sehingga didakwakan ikut serta menjual MTM yang dimiliki oleh PT SNP yang padahal  sudah bermasalah. "Terkait dengan penerimaan aliran dana dari PT  Tunas Tri Arta, klien kami kan didakwakan menerima aliran dana Rp 4,4 miliar sekian yang dimana JPU menyatakan itu adalah aliran dana  yang ada kaitannya dengan MTM Bank Jambi, menurut kami itu tidak bisa dikatakan serta Merta seperti itu karena PT Tunas Tri Arta itu adalah dibawah under oleh Arif Efendi," kata Marco Chandra Silaen selaku tim kuasa hukum terdakwa.

Terkait dengan masalah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), JPU mendakwahkan bahwa terdakwa juga ikut terlibat dalam pencucian uang, namun tidak bisa dibuktikan. "Makanya kami menganggap tidak bisa menerima dakwaan jaksa ini berupa pencucian uang karena tidak ada dibuktikan dan dijelaskan oleh jaksa tentang unsur-unsur menyamarkan asal usul uang itu sendiri walaupun itu dakwaaan mereka," jelasnya.

Dimana sebelumnya pada sidang pekan lalu, JPU menuntut terdakwa Andri Irfandi   pidana penjara selama 16 tahun, dan denda sebesar Rp 1 Miliar dengan ketentuan jika terdakwa tidak bisa membayar uang tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Kemudian JPU juga menuntut pidana tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 5,8 Miliar, jika terdakwa tidak mampu membayar uang tersebut dalam kurung waktu satu bulan keputusan ini mendapatkan hukum tetap maka  harta benda milik terdakwa akan disita, lalu akan dilelangkan jika tidak  harta tersebut mencukupi maka diganti dengan kurungan penjara 8 tahun.

Menanggapi hal tersebut, tim kuasa hukum terdakwa membatah semua tuntutan dari JPU. "Iya, kita bantah semua dan kita juga sangat terkejut juga dengan tuntutan 16 tahun terhadap terdakwa ini, karena terdakwa ini turut serta. Sedangkan terdakwa utama dalam kasus ini hanya di  tuntut 12 tahun. Tapi tidak tahu  apa pertimbangan dari JPU, apakah ada unsur-unsur pemberat sehingga harus menuntut terdakwa Andri Irfandi sampai 16 tahun," ujarnya.

Tim kuasa hukum terdakwa menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya oleh JPU dianggap terlalu prematur. "Tapi sepanjang dan sebelum putusan ini kami beranggapan bahwa terlalu prematur menetapkan terdakwa Andri Irfandi sebagai terdakwa turut serta tindak pidana korupsi dan memperkaya diri sendiri," ungkapnya.

Sementara itu, terdakwa dalam nota pembelaan terhadap dirinya sendiri meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan dirinya dari perkara ini dan terdakwa juga merasa dizolimi dalam perkara ini. "Saya merasa dizolimi, dalam kasus ini,  dan selalu dianggap bersalah dalam perkara. Dan saya berharap, akan terbuka siapa dalang dari peristiwa ini," pungkasnya. (*)

Tag
Share