Jembatan Butuh

Oleh : Dahlan Iskan--

Wahyu sendiri menjadi koordinator salah satu kegiatan di halaman UGM itu. Khususnya di kegiatan Pasar Kangen. Itulah pasar yang buka di situ setahun sekali. Tepat di acara ulang tahun UGM. Selama dua hari. Sabtu dan Minggu. Bersamaan dengan acara lainnya: kirab dan supermarathon –lari 64 km. 

Di Pasar Kangen semua kios harus bertiang bambu. Atapnya harus daun rumbia. Wahyu punya anggota tim yang spesialisasinya menyediakan kios jenis itu. Terlihat lebih seni. Bukan seperti lapak-lapak kaki lima. 

Nama-nama kiosnya pun ''liar''. Ada dawet Jembut –akronim dari Jembatan Butuh. 

Dawet itu biasa mangkal di dekat jembatan Butuh di kabupaten Purworejo. Pemakaian kata jembut dan butuh sebenarnya agak keterlaluan, karena di Kalimantan ''butuh'' berarti kemaluan laki-laki. 

Istri saya, orang Kalimantan, ikut antre beli dawetnya –sambil cekikikan bersama teman-temannyi. 

Hampir tiap kios kami datangi. Benar. Semua menjual makanan kuno khas Yogyakarta. Dan karena itu disebut sebagai Pasar Kangen.  

Ada bajigur, sego wiwit, sego megono, ketan lupis, pentil, cenil, cetil, sego jagung, jangan lombok ijo, walang goreng, geblek, slorot, wedang kembang tahu, sampai  mendoan tampah –saking lebarnya. 

Semua jenis makanan jtu tidak boleh dijual melebihi Rp 20.000. Itu peraturan yang dibuat Wahyu. Kalau memang bahannya mahal, porsinya yang dibuat kecil. 

"Sekalian satu orang bisa belanja di beberapa kios," ujar Wahyu. "Agar terjadi pemerataan," tambahnya. 

Sebenarnya saya ingin sampai malam di halaman itu. Sekalian melihat panggung musiknya. Di depan Balairung UGM memang dibangun panggung yang sangat artistik. Terbuat dari serbabambu. Ciptaan jurusan arsitektur.  

Salah satu yang akan tampil adalah penyanyi lagu jawa lokal yang ngetop di Jateng: Woro Widowati. Dari Magelang. 

Wajah Woro Widowati yang berjilbab itu pernah muncul di Billboard Times Square di New York, Amerika Serikat, Juli lalu. Itu bagian kampanye bertajuk Equal yang diadakan Spotify untuk mendukung artis-artis perempuan di seluruh dunia.  

Saya ingin tahu seperti apa Woro tampil di panggung. Sayang, saya harus balik Prambanan malam itu.  

Dari halaman balairung ini kita bisa melihat ''pemandangan'' baru di UGM. Belum sepenuhnya jadi tapi sudah kelihatan megahnya. Itulah Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM. Tidak tinggi tapi mencolok. Di sebelah kiri jalan masuk utama UGM –dilihat dari pintu masuk jalan utama.  

Bangunan itu luasnya empat hektare. Modern. Langsung jadi pusat perhatian siapa pun yang akan masuk ke UGM. 

Tag
Share