Pesan Ini Abadi serta Menjadi
SOSIALISASI: Peserta mengikuti kegiatan Sosialisasi Moderat Sejak Dini di Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu (23/9/2023). --
Berbagi Cerita Menebar Semangat Kerukunan
Banyak cara bisa dilakukan untuk hidup rukun dalam perbedaan keyakinan, seperti menjalin komunikasi intensif dengan pemeluk agama lain atau melakukan kegiatan bersama dalam suasana guyub.
SALAH satu saluran untuk memupuk dan menjaga rasa persaudaraan itu adalah dengan berbagi cerita lewat tulisan, mengenai aktivitas setiap orang tanpa memandang agamanya apa.
Penggerak literasi yang juga sastrawan Naning Pranoto dan Asri Indah Nursanti (Kepala SMA Don Bosco 2, Pulomas, Jakarta), telah mencontohkan bagaimana manusia menebarkan semangat persaudaraan itu lewat kegiatan berbagi cerita kaum remaja lewat tulisan.
Kumpulan tulisan cerita kaum remaja dari lima negara itu, yakni Australia (Achi dan Dachi), Belgia (Alyssia), dan Finlandia (Emil), serta narasumber dari Amerika Serikat Jody Diamond, komposer, penulis, pemain dan peneliti gamelan, itu kemudian dibukukan dengan judul Cerita dari Lima Negara dan diterbitkan oleh Kosa Kata Kita Jakarta bersama dengan Yayasan Rayakultura Bogor.
BACA JUGA:Berkah Musim Hujan, Hasil Tangkapan Udang Justru Melimpah
BACA JUGA:Jelang Pemilu, ASN Kemenag Diharapkan Jaga Netralitas
Tanpa terlalu banyak didikte harus menulis begini dan begitu, para remaja lintas iman dan domisili (negara) itu menuangkan ide-idenya dengan merdeka sehingga isinya sangat variatif dan penuh keriangan. Lewat sarana ini mereka sesungguhnya sedang menerapkan Merdeka Belajar, sebagaimana menjadi program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek)
Semua cerita, meskipun tidak secara langsung mengajak untuk mempererat persatuan, sudah berisi pesan mendalam untuk merayakan (mensyukuri) takdir sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan budaya, adat, kebiasaan, dan tentunya keimanan.
Kalau siswa SMA Don Bosco 2 Pulomas bercerita kegiatan religius mereka, seperti retreat dalam tradisi Kristen/Katolik, yang Muslim bercerita bagaimana Achi di Australia mengajar di sebuah madrasah (sekolah berbasis Islam).
Cerita Achi cukup menarik karena madrasah di Australia tentu berbeda dengan sekolah agama yang ada di Indonesia. Madrasah di Kota Melbourne yang menempati areal di lingkungan masjid itu tidak dijalankan seketat di dalam negeri. Anak-anak bisa menikmati pelajaran dengan suasana bebas serta riang.
Sementara dari Belgia, Alyssia bercerita mengenai sekolah formal di negara itu yang tidak mewajibkan seragam sekolah kepada siswanya. Meskipun demikian, di sekolah tetap ada aturan sopan santun, misalnya, tidak boleh memakai celana jeans bolong-bolong, tidak boleh memakai T-shirt yang menampakkan pusar dan bahu, serta tidak boleh menggunakan pakaian dengan gambar simbol-simbol kekerasan.
Sementara dari dalam negeri menyelip cerita anak pesantren bernama Ahmad Aqil Al Adha yang kini menghuni Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.
Cerita Aqil, remaja yang sejak MTs (SMP) sudah hobi menulis artikel dan cerita pendek (cerpen), membuka mata dan hati saudara-saudaranya yang non-muslim bahwa pesantren itu bukan lembaga yang tertutup dengan dunia luar.