Penyebab Bencana Awal Tahun, Karena Tutupan Hutan Menipis

Dikretur KKI Warsi, Rudi Syah saat menjelaskan tutupan hutan Jambi di kantor Warsi.FOTO: ANTARA/Nanang Mairiadi--

Selain itu, yang juga mencolok adalah tambang batu bara. Batu bara menjadi persoalan pelik di Jambi. Pada tahun 2023, terdeteksi pembukaan lahan untuk tambang batu bara 16.414 ha, dengan pembagian 6.127 ha berada dalam wilayah izin usaha pertambangan dan 10.287 ha berada di luar areal wilayah izin usaha pertambangan.

“Sama halnya dengan tambang emas, batu bara juga menjadi penyumbang masalah ekologi. Total wilayah yang berada  di luar areal wilayah izin usaha pertambangan mendekati 2 kali lipat dibandingkan dengan pertambangan yang berada dalam wilayah izin,” katanya.

Persoalan tambang tidak tercatat tidak hanya karena pembukaan tambangnya, namun persoalan terparah adalah masalah angkutan batubara yang sangat mengganggu masyarakat umum. Kecelakaan truk tambang yang menyebabkan korban jiwa, lalu lintas terhambat hingga 22 jam.

Hal ini juga yang mendorong Gubernur Jambi, Ketua DPRD, Kapolda dan Danrem 045 Garuda Putih menandatangani berita acara kesepakatan pelarangan angkutan batu bara menggunakan rusa jalan umum di Provinsi Jambi per 1 Januari 2023. 

Selain itu meski kita dihadapkan pada banyak tindakan-tindakan yang mengancam hutan, harapan baik akan perubahan terlihat. Dari analisis citra satelit di daerah dampingan Warsi, tutupan hutan terbukti mampu tumbuh. Dari 103,895 Ha daerah dampingan Warsi dengan skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat, baik yang di SK kan oleh bupati berupa Hutan Adat dan mendapat SK Perhutanan Sosial yang di SK kan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan pertumbuhan hutan yang semakin baik. 

“Ada tren penumbuhan hutan di areal perhutanan sosial. Dan jumlahnya ini sejak tahun 2020 terus meningkat,” katanya. 

Pada tahun 2020 tutupan hutan areal PHBM sebanyak 59.498 ha atau 57 % dari areal PHBM,  pertumbuhannya terlihat di 2023 yang menjadi 72.784 ha atau 70 %.  Penumbuhan hutan di kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat juga menjadi penyumbang pertumbuhan hutan. Menurut data pada tahun 2020 total luasan hutan 882.271 ha meningkat pada tahun 2021 menjadi 895.5670. Lalu pada tahun 2022 menjadi 912.947, tren positif ini masih belanjut hingga pada tahun 2023 menjadi 922.891.

“Dengan melihat angka-angka ini, terbukti bahwa hutan yang dikelola masyarakat mampu untuk bertumbuh dengan baik. Untuk itu, dukungan pada program perhutanan sosial ini, menjadi bagian penting dalam pemulihan hutan,” kata  Rudi Syaf. 

Untuk itu, dukungan kegiatan program perhutanan sosial ini, harus lebih ditingkatkan. Sembari juga melakukan upaya untuk menuntaskan persoalan lingkungan lainnya. 

“Meskipun ada laju penumbuhan hutan, upaya ini tidak cukup jika di sisi lain masih terus terjadi pembukaan lahan dan hutan. Karena itu, harus ditindak tegas untuk pihak-pihak yang melakukan tindakan ilegal yang berpotensi mengancam terjadinya bencana hidrologi,” katanya.

Data ada menunjukkan bahwa pengelolaan hutan yang dilakukan bersama masyarakat mampu memulihkan hutan yang mengalami degradasi. Ekologi yang lebih baik untuk menunjang hidup hari ini dan masa depan generasi berikutnya, masih mungkin untuk kita raih.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan