DJP Jelaskan Teknis Pengaturan Pajak UMKM, Ini Penjelasannya
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti usai media briefing di Jakarta--
JAKARTA-Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan teknik pengaturan pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023.
PMK tersebut mengatur tentang dua hal utama, yaitu teknis pengaturan PPh final wajib pajak peredaran bruto (omzet) tertentu dan relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
“Sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan sebelumnya, wajib pajak UMKM dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,5 persen atau dapat memilih tarif umum berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti di Jakarta, Rabu.
Untuk wajib papa dengan omzet sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun, perlu melakukan pelunasan PPh final terutang sebesar 0,5 persen dari omzet usaha. Pelunasan PPh Final terutang dapat disetor sendiri oleh wajib pajak atau melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain.
Dalam hal wajib pajak bertransaksi dengan pemotong/pemungut PPh maka harus menunjukkan surat keterangan agar dipotong PPh final sebesar 0,5 persen.
Sementara bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp500 juta setahun, bisa terbebas dari pemotongan pajak dengan menyerahkan surat pernyataan.
Sementara bagi wajib pajak yang memilih untuk dikenai tarif umum Pasal 17 ayat (1) UU PPh, wajib pajak terlebih dahulu harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat akhir tahun pajak dan baru dikenai pajak penghasilan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh pada tahun pajak berikutnya.
Adapun bagi wajib pajak yang baru terdaftar dapat memilih dikenai tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sejak tahun pajak terdaftar dengan menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri.
“Dalam kesempatan ini kami mengingatkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan untuk seluruh wajib pajak UMKM termasuk UMKM yang omset setahunnya kurang dari Rp500 juta untuk tetap menyampaikan SPT Tahunan, yang mungkin selama ini kewajiban tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik,” ujar Dwi.
Selain itu, penerbitan PMK Nomor 164 Tahun 2023 juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP untuk wajib pajak UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar. Relaksasi diberikan terkait batas waktu untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
“Dalam aturan sebelumnya, wajib pajak harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya. Dengan aturan ini, kami berikan relaksasi menjadi paling lambat akhir tahun buku yang bersangkutan,” tambah Dwi.
PMK 168/2023 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak telah diundangkan pada 29 Desember 2023 dan mulai berlaku pada tanggal tersebut. (ant)