11 Tahun Jaga Hutan, Agar Kehidupan Tetap Seimbang

PENJAGA HUTAN: Penjaga Hutan Petkuq Mehuey di Muara Wahau melakukan patroli hutan. FOTO :ANTARA/HO PENJAGA HUTAN PETKUQ MEHUEY --

Dalam menjaga dan mengelilingi hutan, tim terkadang melakukan dengan berjalan kaki dan menggunakan sepeda motor. Berjalan kaki ditempuh ketika ada kawasan tertentu yang tidak bisa dilalui dengan sepeda motor.

Setiap kejadian tertentu saat menjaga hutan selalu mereka catat, baik ketika melihat tanaman obat yang baru dilihat, perjalanan yang mereka tempuh per hari, kawasan mana saja yang dijelajahi, hingga ketika ada pemburu atau orang yang akan menebang pohon.

Di hutan ini para penjaga hutan masih sering melihat hewan liar seperti beruang, orang utan, rusa, macan dahan, burung enggang, dan satwa lain, kecuali babi yang tidak pernah terlihat sejak 2020, meski mereka tidak mengetahui mengapa babi tidak terlihat lagi.

Warga yang mengambil hasil hutan baik rotan, tanaman obat, madu, dan lainnya harus melalui izin dari lembaga adat setempat. Jika tidak, maka mereka akan mendapat sanksi dan denda adat.

Komoditas yang diambil pun tidak boleh berlebihan, harus seperlunya untuk kebutuhan keluarga. Aturan ini diberlakukan untuk menjaga kelestarian hutan.

Mereka menjaga hutan ini secara suka rela demi mempertahankan kebutuhan air bersih tetap tercukupi, demi suplai oksigen dan karbon tetap banyak bukan hanya untuk mereka saja, namun juga untuk jutaan orang lain.

Rp 25,33 Miliar

Pengorbanan para penjaga hutan ini patut mendapat apresiasi. Salah satu yang diharapkan, mereka mendapat manfaat dari hasil perdagangan karbon karena selama ini mereka terbukti menjaga hutan demi tercukupinya oksigen bagi dunia.

Kelompok penjaga hutan yang dipimpin Yuliana itu merupakan satu dari sejumlah komunitas yang selama ini peduli hutan di Kabupaten Kutim. Masih ada 82 desa beserta kelompok lain atau total ada 83 desa di Kutim yang peduli terhadap kelestarian hutan.

Pemprov Kaltim juga sudah menerbitkan surat tentang Pembagian Manfaat Kinerja dan Penghargaan Dana Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-FC) setelah Kabupaten Kutim memperoleh Rp25,33 miliar.

Dana dari program penurunan emisi sebesar ini untuk 83 desa di Kutim sehingga masing-masing desa pada 2024 ini memperoleh Rp305,18 juta, salah satunya adalah Desa Nehas Liah Bing, tempat Yuliana dan kawan-kawan menjaga kelestarian hutan.

Rincian dari 83 desa ini adalah di Kecamatan Batu Ampar ada enam desa, Kecamatan Bengalon (7) desa, Busang (4), Kaliorang (2), Karangan (7), Kaubun (2), Kongbeng (2), Long Mesangat (1), Muara Ancalong (4).

Kecamatan Muara Bengkal (2), Muara Wahau (4), Rantau Pulung (5), Sandaran (7), Sangatta Selatan (4), Sangatta Utara (2), Sangkulirang (13), Telen (5), dan Kecamatan Teluk Pandan terdapat enam desa.

Selain itu, ada juga 26 pemerintah desa di Kabupaten Kutim yang mendapat manfaat alokasi penghargaan dengan total senilai Rp2,18 miliar. Namun tiap desa menerima penghargaan berbeda, sesuai dengan apa yang dilakukan selama ini, yakni dengan nilai antara Rp50 juta hingga Rp100 juta per desa.

Sebanyak 26 pemerintah desa itu tersebar di sembilan kecamatan yakni Long Mesangat ada empat desa, Muara Ancalong (3), Muara Bengkal (5), Busang (3), Kaubun (1), Muara Wahau (2), Sangkulirang (2), Karangan (3), dan Kecamatan Kongbeng satu desa.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan