Kartika MK

Oleh : Dahlan Iskan--

Ia hanya ingat dua gugatan yang ditolak. Satu, agar seorang menteri jangan jadi caleg. Gagal. MK memutuskan para menteri tetap bisa jadi calon anggota DPR.

Kedua, bagi hasil minyak untuk Blora. Arif ingin Blora yang miskin itu dapat bagi hasil lebih banyak dari minyak mentah blok Cepu. Minyak itu memang disedot dari sumur di Bojonegoro, Jatim, tapi lumbung minyaknya di bawah tanah Blora.

Karena gugatan Arif ditolak, Blora hanya tetap dapat bagian 2,5 persen.

Arif lahir di desa Ringin Pitu, Tulungagung, Jatim. Ia lulus Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di sana. Lalu ke Jombang. Ia kuliah hukum di Universitas Darul Ulum. 

Sejak aliyah Arif sudah bercita-cita jadi pengacara. ''Ingin menjadi seperti Adnan Buyung Nasution,'' kata Arif. Buyung adalah tokoh nasional di bidang hukum, keadilan dan demokrasi. Reputasi Buyung begitu tinggi sampai menjadi idola banyak anak muda.

Karena itu begitu bergelar SH, Arif  sekolah lagi di Yogyakarta. Di SHAPI (Sekolah Hukum Advokad Profesional Indonesia). ''Itu sekolah yang didirikan dan dipimpin Pak Artidjo (Alkostar),'' ujar Arif. Artidjo adalah pengacara dengan idealisme tinggi. Puncak karirnya: menjadi hakim agung. Ia hakim agung yang sangat ditakuti oleh para koruptor. ''Saya ini murid beliau,'' katanya.

Sekolah di SHAPI hanya satu tahun. Lalu magang di kantor pengacara ternama di Solo: pengacara Mugono SH. Di Mugono-lah Arif bertemu Bonyamin. ''Pak Bonyamin itu alamat di KTP-nya di rumah pak Mugono,'' kata Arif.

Seperti juga Bonyamin, Arif tidak mau memperdagangkan hukum. Termasuk memolitisasikan. Soal penggugat tidak tanda tangan, Arif balik bertanya: sejak kapan ada aturan penggugat harus tanda tangan. ''Semua sarjana hukum tahu begitu penggugat menunjuk pengacara cukup pengacara yang tanda tangan,'' katanya.

''Anda tanda tangan?''

''Pasti,'' tegasnya.

Memang Arif mengakui pernah terhambat saat kirim email. Dokumen itu sudah terkirim. Ada bukti digitalnya. Tapi di MK tidak bisa dibuka. Baik yang berbentuk text maupun PDF.

Maka, katanya, dokumen agar dikirim dalam bentuk hard copy. Sambil menunggu datangnya kiriman, Arif diminta mengirimkan secara digital dalam dalam bentuk word. Lewat WA.

Begitulah sidang dengan sistem digital. Sistem online itu bukan karena sejak Covid. Sudah ada  jauh sebelum Covid. Seingat saya prakarsa itu dari Prof Jimly Assiddiqie. Saat itu beliau jadi ketua MK.

Tujuan sidang jarak jauh saat itu untuk pemerataan hukum. Jangan sampai hanya orang Jakarta yang mampu menggugat. Orang daerah juga punya hak. 

Maka, jauh sebelum ada sistem zoom, Pak Jimly dan kemudian Prof Mahfud MD, sudah ke sana. Bahwa diadakannya di kampus-kampus itu sekalian agar mahasiswa bisa dapat pengalaman langsung.

Tag
Share