Mencari Gubernur Jambi Pilihan Netizen
Riyanto Tato, Pengamat Perilaku Digital dan Dosen Praktisi Bisnis Digital Universitas Jambi--
Generation Gap dan Kandidat Alternatif
Salah satu tantangan terbesar bagi para kandidat politik saat ini adalah bagaimana mengatasi generation gap, khususnya antara Gen Z dan Milenial dengan kandidat yang umumnya berasal dari Generasi X dan Baby Boomers. Generasi baru mencari figur yang tidak hanya berbicara tentang gagasan konvensional, tetapi juga menawarkan visi inovatif yang relevan dengan kehidupan mereka. Namun, sering kali realitas politik tidak memenuhi harapan ini, mungkin karena perbedaan cara berpikir antar generasi, yang berujung pada mispersepsi dan perasaan bahwa aspirasi mereka tidak sepenuhnya terwakili. Alhasil, banyak yang memilih untuk menjadi silent voter.
Untuk menjembatani generation gap ini, diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi perilaku netizen. Kandidat harus keluar dari fokus pada isu-isu umum yang monoton. Menghadapi generasi baru berarti memenuhi tuntutan yang berkembang secara dinamis, coba masuk pada isu-isu lingkungan, keberlanjutan, inovasi, kesetaraan, dan keterlibatan pemuda yang menjadi isu krusial bagi Gen Z dan Milenial. Kandidat harus mampu mengkonversi isu-isu ini menjadi solusi relevan dan lebih baik.
Dampak dari dinamika tersebut maka wajar rasanya saat sekarang Netizen masih menunggu nunggu nama-nama alternatif yang disodorkan untuk ikut dalam kontestasi. Jika alternatif tersebut mewakili tokoh muda, maka nama-nama seperti Rocky Candra, Diza Aljosha, Iqba Linus, dan Angga Perdana layak dipertimbangkan untuk menjembatani gap antar generasi, terlepas menjadi nomor satu ataupun dua, yang penting adalah terciptanya koneksi antar generasi.
Ini tentu menjadi tantangan besar bagi para kandidat yang akan berlaga. Namun juga bisa menjadi kesempatan jika mereka mampu melakukan konversi atas generation gap ini. Kita sudah lihat di pileg serentak kemarin bagaimana sejumlah politikus berhasil terpilih dengan mengatasi “generation gap”. Dengan melibatkan tokoh muda, selebritas digital ataupun komunitas dalam kampanye mereka.
Gemoy, Sat Set Ganjar Mahfud, Anies Bubble adalah bukti bahwa politikus kita sudah mulai aware dengan kekuatan generasi baru. Di Jambi politikus kita mungkin bisa berargumen bahwa politik lokal Jambi masih didominasi cara konvensional. Namun mereka tidak bisa menafikan bahwa Gen Z dan milenial adalah pemilik 51% lebih suara di Jambi. Akan tetap punya pengaruh yang signifikan terhadap arah persepsi publik dan akan semakin besar dimasa depan. Kuncinya sekarang tinggal kembali kepada para kandidat apakah mereka siap mengatasi gap generation ini, dengan melibatkan netizen, atau masih betah berkutat dengan ritual-ritual konvesional ala Baby Boomers. (Penulis adalah Pengamat Perilaku Digital dan Dosen Praktisi Bisnis Digital Universitas Jambi)