Tapi Sayang, Proyek Pembangkit Skala Besar Masih Jadi Fokus
PLTS Satu Atap. FOTO: ANTARA/HO-Suryanesia --
Pemerintah perlu menyesuaikan potensi desa dengan mengikutsertakan berbagai faktor pendukung lain, seperti akses jalan, transportasi, jaringan telekomunikasi dan kemampuan sumber daya manusia setempat.
Faktor pendukung lain tersebut sangat penting untuk memastikan perawatan dan perbaikan dapat terus dilakukan jika terjadi kerusakan sistem pada pembangkit, sebagaimana yang terjadi di Way Haru.
Selain Way Haru, tiga desa lain di kecamatan yang sama yaitu Bandar Dalam, Siring Gading, dan Way Tias juga mengalami kasus serupa, PLTS terpusat rusak.
Kegagalan proyek PLTS terpusat di Way Haru dan di berbagai desa lainnya, menjadi pelajaran mengenai perlunya pelibatan dan komunikasi dengan masyarakat sebagai penerima manfaat.
Pelibatan itu, baik dalam proses pengambilan keputusan yang saat ini bersifat top-down, hingga perencanaan tata kelola yang belum matang dan kurang koordinasi antara pusat dengan pemerintah daerah, hingga desa.
Diversifikasi Energi
Diversifikasi sumber energi terbarukan dengan mengikutsertakan PLTS atap sebagai salah satu pilihan utama, dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara dengan ketahanan energi tinggi.
Sifatnya yang skala mikro memperkecil risiko pemadaman listrik massal, terutama di daerah yang sering mengalami listrik padam, karena tidak tergantung pada pembangkit terpusat.
PLTS atap dapat menjadi alternatif mempercepat pertumbuhan energi terbarukan yang tidak membutuhkan investasi besar, karena bersumber dari dana masyarakat maupun swasta.
Selain itu, proses pemasangannya pun jauh lebih mudah, tidak membutuhkan izin pembebasan lahan skala besar karena dapat dipasang di atap rumah, gedung perkantoran, dan fasilitas umum lainnya. Persoalannya, bagaimana regulasi pemerintah mengenai PLTS atap?
Kementerian ESDM mencatat, jumlah pelanggan PLN yang menginstal PLTS atap telah mencapai 8.491 pengguna dengan total kapasitas 141 MW per Desember 2023.
Kapasitas ini hampir setara PLTS terapung Cirata 145 MW yang merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara.
Jumlah peminat PLTS atap sebenarnya dapat lebih tinggi dari angka tersebut. Namun banyak para pelanggan yang mengeluhkan tidak kunjung mendapat izin pemasangan setelah mengajukan permohonan kepada PLN.
Jika semua pihak serius memfasilitasi para calon pengguna PLTS atap, mulai dari kemudahan pemberian izin dan insentif, serta menjamin kepastian hukumnya, maka dapat dipastikan bahwa target transisi energi akan lebih cepat tercapai.
Presiden dan wakil presiden terpilih diharapkan dapat melihat PLTS atap sebagai peluang menjanjikan bagi kunci ketahanan energi, mencapai netral karbon sebagaimana yang telah ditargetkan pemerintah, serta mendorong produktivitas ekonomi warga di area yang tidak teraliri listrik dari PLN.