Tapi Sayang, Proyek Pembangkit Skala Besar Masih Jadi Fokus

PLTS Satu Atap. FOTO: ANTARA/HO-Suryanesia --

Cerita PLTS Atap, Transisi Menjanjikan di Wilayah Terpencil

Peralihan pemerintahan yang akan terjadi tahun ini akan menjadi refleksi penting untuk melihat masa depan sektor energi, khususnya transisi energi di Indonesia.

---

TAHUN 2024 menjadi sangat krusial, mengingat Indonesia punya target bauran energi terbarukan yang seharusnya dicapai tahun depan dan mempertimbangkan semakin banyaknya dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat akibat cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.

Pada 31 Januari 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), sebagai pengganti Permen ESDM No. 26/2021.

Regulasi teranyar itu di antaranya menghapus ketentuan ekspor kelebihan listrik 100 persen ke jaringan PT PLN (Persero) yang sebenarnya bisa dipakai oleh pelanggan PLTS atap untuk mengurangi tagihan listrik mereka di bulan selanjutnya.

Revisi itu seperti memfasilitasi memo internal PLN yang sebelumnya membatasi ekspor kelebihan listrik maksimal hanya 65 persen dari yang seharusnya 100 persen.

BACA JUGA:Anggika Bolsterli Belajar Jadi Istri Dari Sinetron

BACA JUGA:Klaim Dapat Izin BKN dan Kemendagri, Pemkab Kerinci Lantik 6 Pejabat dan Berikut Nama-namanya

Alasannya, pasokan listrik berlebih membebani keuangan PLN. Padahal, ekspor kelebihan listrik merupakan jenis insentif yang bisa menstimulasi publik untuk memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.

Sementara, jika terus terpaku pada oversupply, ruang bagi pemanfaatan energi terbarukan terancam berjalan lambat.

Lebih dari itu, oversupply hanya terjadi di jaringan Jawa-Bali. Sebaliknya, sejumlah daerah justru tidak mendapat akses listrik memadai selama 24 jam dan mendapat jadwal pemadaman bergilir.

Karena itu, penghapusan insentif pelanggan PLTS atap merupakan langkah yang kurang tepat di tengah kondisi negara yang kesulitan memenuhi target bauran energi terbarukan.

Jika merujuk pada data akhir 2023, porsi energi terbarukan kita baru mencapai 13,1 persen atau masih jauh dari target 23 persen pada 2025.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan