Tanggulangi Abrasi, Dimulai Sejak 27 Tahun Lalu

MANGROVE LESTARI: Ketua Pelaksana Kelompok Tani "Mangrove Lestari" Semarang Sururi menunjukkan penghargaan Kalparatu 2024 yang baru saja didapatkannya. FOTO: ANTARA/ZUHDIAR LAEIS --

Perjuangan Sururi Merawat Ekosistem Pesisir Semarang

Hamparan hutan bakau terlihat saat memasuki kawasan pesisir Mangunharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah, dengan beraneka tanaman khas ekosistem bakau atau mangrove yang sudah menjulang cukup tinggi berbaur dengan biota laut.

---

SIAPA sangka jika dulu hutan bakau yang rimbun itu masih berupa laut akibat tambak dan daratan yang habis terkikis abrasi dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mengembalikannya.

"Dulu, (jarak, red.) rumah saya ini sama laut enggak sampai 1 kilometer karena terkena abrasi. Alhamdulillah, sekarang (jaraknya, red.) sudah hampir 2,5 km," ujar Sururi, tokoh masyarakat Mangunharjo.

Sururi adalah Ketua Pelaksana Kelompok Tani "Mangrove Lestari" yang selama ini gigih menanam bibit pohon bakau di kawasan pesisir Pantai Mangunharjo dan Mangkang, Kecamatan Tugu, Semarang.

BACA JUGA:Fadhil Arief Lantik Kepala Desa dan Kukuhkan Penyesuaian Masa Jabatan

BACA JUGA:Kajari Eksekusi DPO Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Bapak enam anak itu prihatin melihat dampak abrasi yang semakin parah jika tidak segera diatasi, apalagi tambak dan daratannya sudah semakin menyusut akibat terkikis sehingga mengancam permukiman penduduk.

Langkah Sururi merawat pesisir Mangunharjo sudah dimulai sejak 27 tahun lalu. Pada 1997, ia sudah memulai upaya menanggulangi abrasi dengan menanam bibit tanaman bakau, tetapi langkahnya kala itu masih berat dan terseok-seok karena terkendala finansial.

Maklum, bibit tanaman bakau tidaklah gratis dan tentu membutuhkan ratusan ribu bibit untuk menghijaukan pesisir. Jadi, Sururi harus membeli, namun tidak punya banyak modal untuk membeli sebanyak itu.

Akan tetapi, pelan tapi pasti, usahanya akhirnya membuahkan hasil. Mulai banyak yang melihat kegigihan semangat Sururi dan memberikan bantuan, terutama dari kalangan swasta, baik perusahaan maupun perorangan.

"Saya dibantu Prof. Dharto (Prof. Sudharto P Hadi, mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang). Dicarikan dana dari perusahaan untuk membeli bibit, kemudian saya tanam," kata pria kelahiran Kabupaten Kendal, 17 Juli 1962 itu.

Bibit-bibit tanaman bakau itu dibelinya dari daerah lain, seperti Pekalongan, Batang, dan paling banyak Kabupaten Pemalang yang disebutnya sebagai sentra propagul, yakni buah bakau yang sudah siap tanam.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan