Tak Bisa Lepas Dari Kopi, Sebagai Penopang Kehidupan
Muhammad Pesi salah seorang petani kopi robusta--
Mengenal Komoditas Kopi dan Kebudayaan Lampung Barat
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung. Sebagian besar biji kopi asal Lampung telah diekspor ke berbagai negara.
LUAS area perkebunan kopi rakyat di provinsi tersebut di 2020 sekitar 156.458 hektare. Sentra perkebunan kopi di provinsi ini tersebar di Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, dan Waykanan.
Bila dilihat lebih rinci luas lahan kopi tersebut, di Kabupaten Lampung Barat merupakan area penanaman kopi terluas yakni mencapai 60 ribu hektare atau 34,5 persen dari luas area perkebunan kopi rakyat yang terdapat di Provinsi Lampung. Dari luas area itu sebanyak 90 persen ditanami kopi jenis robusta, sedangkan 10 persen merupakan kopi arabika.
Kopi robusta Lampung Barat yang terkenal itu tak asing di telinga setiap pecinta kopi di Tanah Air maupun pasar luar negeri. Dari kemasyhuran kopi Lampung, ada kisah menarik dibaliknya. Harumnya aroma kopi Lampung telah melebur bersama budaya masyarakat di Kabupaten Lampung Barat.
Eratnya kopi dan kebudayaan masyarakat Lampung Barat telah ada sejak Kerajaan Sekala Brak yang merupakan cikal bakal masyarakat Lampung Barat.
Tempo dulu mayoritas warga kerajaan itu merupakan petani kopi dan menjadikan kopi sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dari menjelang tidur hingga terbangun dari istirahat, masyarakat selalu berkutat dengan pengolahan serta menjaga tanaman kopi mereka di kebun.
Bahkan kopi wajib disediakan di setiap rumah, bukan hanya untuk konsumsi pribadi, namun sudah semacam 'welcome drink' penyambut tamu yang hadir ke kediaman masyarakat Lampung Barat sejak Kerajaan Sekala Brak.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk memuliakan sanak keluarga ataupun kolega yang berkunjung dengan hasil panen kopi berkualitas baik.
Di masa panen raya kopi bahkan masyarakat melakukan ritual budaya khusus untuk meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar kebunnya bisa menghasilkan kopi yang melimpah.
Ritual kebudayaan itu dilakukan setiap tanggal 3 di bulan Haji atau Dzulhijah. Nama ritual yang masih terjaga hingga kini itu dikenal sebagai upacara Ngumbai.
Ngumbai biasa dilakukan oleh setiap pekon (desa). Para tetua kampung akan menentukan lokasi upacara yang mirip dengan acara ruwatan itu, seperti di rumah adat, di masjid, atau langsung di kebun kopi warga.
Dalam pelaksanaan Ngumbai ada sejumlah properti yang harus disediakan masyarakat sebagai simbol ritual adat tersebut, seperti janur kelapa atau janur dari pohon enau yang dikenal sebagai aren.