Berharap Pundi-Pundi Rupiah Dari Wewangian Gaharu
GAHARU: Irang Lungu, pembudidaya gaharu rumah produksi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gaharu Laban Nyarit, Kecamatan Malinau Selatan, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. FOTO: ANTARA/HO-KKI WARSI --
Cerita Pembudidaya Gaharu di Malinau, Kalimantan Utara
Gaharu jika dibudidayakan dengan baik, akan menghasilkan pundi-pundi rupiah. Ini dirasakan oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gaharu Laban Nyarit, Kecamatan Malinau Selatan, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Seperti apa ceritanya?
---
PRIA paruh baya itu mengayunkan parang ke pohon gaharu untuk menghasilkan potongan-potongan batang gaharu. Potongan gaharu yang berserakan di bawah pohon kemudian dipungut untuk kemudian dicacah lebih kecil-kecil sebelum disuling untuk menghasilkan minyak gaharu beraroma wangi.
Pria yang akrab dipanggil Irang Lungu itu telah membudidayakan gaharu sejak tujuh tahun silam. Ia tidak memanen gaharu dengan cara menebang pohon gaharu, melainkan dengan cara diserut atau ditabuk (cacahan kasar). Cara tradisional ini guna mempertahankan agar pohon gaharu dapat dipanen kembali.
Potongan-potongan batang gaharu digendong dibawa ke tempat pengolahan. Ibu-ibu yang sudah menyambut, siap untuk memotong batang gaharu tersebut menjadi cacahan kecil-kecil. Mereka kemudian bergotong-royong menyuling cacahan atau totok batang gaharu menjadi minyak di rumah produksi. Rumah produksi itu dikelola Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gaharu Laban Nyarit, Kecamatan Malinau Selatan, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara.
Totok gaharu merupakan batang gaharu yang tidak memiliki resin. Totok gaharu bisa diolah menjadi minyak atsiri gaharu. Harga totok gaharu lebih murah daripada resin gaharu. Bahan baku ini dibanderol mulai dari Rp30 ribu sampai Rp50 ribu per kilogram.
BACA JUGA:Imbas Petani Gagal Panen, Harga Beras Melambung
BACA JUGA:Tanjabtim Dapat Dana Hibah Pembuatan Safety Tank
Untuk dapat mengolah dengan baik, Irang Lungu bersama anggota KUPS Gaharu Laban Nyarit mengikuti pelatihan-pelatihan, di antaranya Pelatihan Penyulingan Minyak Atsiri Gaharu dengan tema ‘’Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Usaha Pada KUPS Gaharu Laban Nyarit’’ di Rumah Produksi KUPS Gaharu Laban Nyarit pada 5-9 Februari 2024.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malinau berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan serta Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI Warsi. Pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari pemberian Bantuan Alat Ekonomi Produktif (BAEP) seperangkat alat suling gaharu oleh UPTD KPH Malinau. Tujuannya, agar KUPS Gaharu Laban Nyarit mahir mengoperasikan alat tersebut.
Ilham Yudha Putra, Tenaga Ahli UPTD Pelayanan dan Pengembangan Minyak Atsiri dari instansi Disperindag Sumatera Barat yang hadir dalam pelatihan di Malinau menuturkan, minyak gaharu menjadi bahan baku pembuatan parfum. Minyak ini sangat diminati pasar di Timur Tengah.
Harga satu gram minyak atsiri gaharu Rp150 ribu. Selain menghasilkan produk minyak atsiri gaharu, KUPS Gaharu Laban Nyarit telah menghasilkan produk minyak atsiri lain seperti minyak kayu putih, minyak kemutuyan (merica hutan) dan minyak serai. Minyak atsiri tersebut menjadi bahan baku essential oil.
Segala tumbuhan yang memiliki aroma bisa diekstrak menjadi minyak atsiri. Di Kalimantan banyak tumbuhan endemik hutan bukan kayu yang bisa diekstrak menjadi minyak atsiri. Namun, masyarakat masih belum banyak yang mengetahuinya.