Kasus Mafia Tanah yang Melibatkan 2 Honorer, BPN Bungo Jadi Saksi ke Persidangan

asus mafia tanah yang melibatkan oknum di BPN Bungo mulai disidangkan di PN Muara Bungo--

MUARA BUNGO, JAMBIEKSPRES.CO- Sidang atas kasus dugaan mafia tanah yang melibatkan dua oknum Badan Pertanahan Negara (BPN) Bungo serta dua tersangka lainnya telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Muara Bungo pada Senin (27/5/2024).

Sidang ini merupakan yang keempat kali digelar, dengan Ketua PN Muara Bungo, Bayu Agung Kurniawan, SH, menjabat sebagai hakim ketua.
Salah satu agenda penting dalam sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dari para saksi atas terdakwa Husor Tamba (HT).

Salah satu dari empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jambi belum lama ini.
Dari enam saksi yang dihadirkan, baru dua orang yang berhasil memberikan keterangan.

BACA JUGA:Diduga Terlibat Mafia Tanah, Oknum Honorer BPN Bungo Diperiksa Polda Jambi

BACA JUGA:Dugaan Terlibat Mafia Tanah, Polda Jambi Proses Hukum Oknum Honorer BPN Muara Bungo

Keduanya merupakan pegawai BPN Bungo.
Dalam fakta persidangan, terungkap bahwa sertifikat yang dimiliki oleh tersangka tidaklah benar.

Fuad, salah seorang saksi dari pihak BPN, menjelaskan bahwa dua sertifikat yang dimiliki tersangka sebenarnya asli, tetapi dengan objek yang berbeda.

Sertifikat yang dimaksud sebenarnya adalah milik Abdullah, seorang warga Tanjung Menanti, dengan objek yang berbeda.
"Meskipun sertifikatnya asli, namun objek dan luas tanah yang tercantum tidak sesuai. Ada banyak perubahan yang dilakukan pada sertifikat tersebut," jelas Fuad di hadapan majelis hakim.

BACA JUGA:Polisi Tertibkan Aktivitas PETI di Bungo, Bakar Lokasi Basecamp dan Sita Alat Berat

BACA JUGA:Bupati Bungo Janji Segera Tindaklanjuti Rekomendasi Ombudsman
Lebih lanjut, Fuad menjelaskan bahwa meskipun objek sertifikat milik tersangka Husor berbeda.

Namun dalam aplikasi milik BPN Bungo, lokasi sertifikat tersebut tetap tercatat sebagai tanah milik korban, Adnan, yang merupakan ayah dari Bheny Suhamdi, pelapor dalam kasus ini.
"Sertifikat tersebut terdaftar dalam satu objek yang sama dalam aplikasi, milik korban dengan luas tanah 65.091 meter persegi. Sementara milik tersangka hanya 1.990 meter persegi," tambahnya.
Terkait dengan tanggal penerbitan sertifikat, Fuad menegaskan bahwa sertifikat milik korban Adnan telah diterbitkan lebih dulu pada tahun 2010.

Sedangkan sertifikat tersangka diterbitkan pada tahun 2019 melalui program PTSL.

BACA JUGA:Penertiban PETI di Bungo, Polisi Bakar Base Camp dan Tahan Alat Berat

BACA JUGA:Temukan Maladministrasi, Pemkab Bungo Ditegur Ombudsman RI dan Direkomendasikan ke Mendagri
"Sertifikat yang diterbitkan sebelum tahun 2013 langsung terdaftar dalam aplikasi. Namun, yang diterbitkan setelah tahun 2013 memerlukan plotting ulang.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan