Cerita di Balik Citra Glamor Para Kreator Konten
Layar media sosial bak panggung adu pesona para kreator untuk pamer beragam konten demi menggaet banyak audiens dan meraih cuan.
---
UNTUK dapat berjaya di linimasa, ada perjuangan sangat keras di sana, yang membutuhkan konsistensi dalam produksi, terlibat persaingan antarpemain, menghadapi permainan algoritma, dan kuasa platform yang rumit.
Di balik citra glamor yang dipertontonkan, ada potensi depresi mengancam para kreator, tetapi itu bisa dilewati jika mereka mampu menyingkirkan ambisi.
Pada momen perayaan Hari Anak Nasional (HAN) di Pekanbaru, Riau, Presiden Joko Widodo mengajak berdialog seorang siswa kelas VI SDN 36 Pekanbaru bernama Rafia Fadila.
"Saya mau bertanya kepada Rafi, cita-citanya mau jadi apa?" tanya Jokowi.
"Jadi YouTuber, Pak," kata Rafi, spontan dan mantap, disambut riuh anak-anak yang hadir.
"Pasti senang main YouTube ini, senang main medsos," kata Presiden.
Jokowi kemudian menanyakan apa alasan bocah itu ingin menjadi YouTuber.
"Jadi YouTuber itu kalau banyak subscriber-nya, bisa menghasilkan uang," ujar Rafi.
Presiden pun mengatakan, setiap anak-anak boleh bercita-cita apa saja, asal baik dan diiringi dengan semangat belajar yang tinggi.
Dialog itu adalah penggalan cerita yang terjadi enam tahun silam. Kala itu jawaban Rafi masih terasa begitu mengejutkan karena bukan sebuah cita-cita arus utama. Rupanya, cita-cita itu kian relevan hingga menuju pengujung tahun 2023 ini. Bahkan, para remaja dan anak muda, saat ini telah berbondong-bondong meniti karier di mimbar media sosial.
Berbeda dengan generasi pendahulu yang dalam memilih karier dan pekerjaan untuk suatu kebanggaan diri, anak sekarang lebih berorientasi pada uang. Mereka menyukai pekerjaan yang mengantarnya pada ketenaran dan gelimang cuan, karena kegembiraan harus dibiayai dengan uang yang banyak.
Sementara generasi lama, cukup merasa bangga menjadi ASN, TNI, dokter, guru atau profesi lain yang memiliki nilai pengabdian pada negara dan sesama. Bisa jadi, nominal gaji tak begitu dipusingkan karena kebanggaan menjadi suatu yang tak ternilai.