JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO - Pada 3 hari awal penegakan hukum (Gakkum) operasi simpatik sadar keselamatan tanpa Over Dimensi Over Loading (Odol) terdata setidaknya 232 angkutan barang melanggar. Di dalamnya, 4 kendaraan dikandangkan atau ditahan karena ukurannya tak sesuai ketentuan (Over Dimensi). Gakkum ini akan dilaksanakan hingga 25 Agustus mendatang.
Kepala BPTD Kelas II Jambi Benny Nurdin Yusuf mengungkapkan, dari 19 hingga 21 Agustus siang total sebanyak 232 penindakan tilang akibat kelebihan muatan, tak memiliki Kartu Uji (KIR) dan lainnya. Jumlah itu didapati pada pengawasan di 3 Unit Penimbangan Pengujian Kendaraan Bermotor (UPPKB) seperti di Merlung, Muara Tembesi dan Pelawan. Plus juga ditambah Gakkum kendaraan over dimensi di depan kantor BPTD pada Rabu (21/8/2024).
"Total ada 232 penindakan penilangan (termasuk 4 penahanan ukuran lebih, red). Rinciannya, pada Senin dan Selasa sebanyak 184 penindakan penilangan. Lalu hingga Rabu siang harinya ada sebanyak 40 pelanggaran di tiga UPPKB yang ada, serta di depan kantor BPTD ada sebanyak 6 penilangan dan 2 truk dikandangkan," jelas Benny kepada Jambi Ekspres (21/8).
Khusus untuk angkutan barang yang dikandangkan sejauh ini berjumlah 4 unit kendaraan. Penyebabnya angkutan besar itu melebihi ukuran standarnya.
BACA JUGA:PAD Kabupaten Sarolangun Menurun pada APBD Perubahan
BACA JUGA:Kapolda Jambi Pimpin Peringatan Hari Juang Polri Tahun 2024
"Ada 4 angkutan barang yang dikandangkan (ditahan). Rinciannya, 2 unit dari pemeriksaan di UPPKB Tembesi pada Selasa. Dan 2 lainnya didapati pada Gakkum hari Rabu terindikasi penambahan sumbu dan RHO (Dimensi). Dengan fungsi kendaraan merupakan untuk mengangkut motor dan jenis kendaraan," kata Benny.
Tindak lanjutnya, kendaraan yang dikandangkan itu akan diproses berdasarkan ketentuan pasal 277 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka prosesnya melalui berita acara biasa alias masuk ke dalam ranah pidana.
"Nanti PPNS kami akan melakukan gelar perkara dengan menghadirkan penguji dan akan dilihat siapa saja yang akan diajukan sebagai pihak terkait upaya perubahan dimensi atau perubahan sumbu kendaraan tersebut," sebutnya.
Sementara terkait pemotongan ukuran yang berlebih, Benny menyebut pihaknya tak punya kewenangan melakukannya. Dimana pemotongan akan dikembalikan kepada pemilik kendaraan itu.
"Artinya pemilik akan tahu telah dilakukan perubahan sehingga pemilik juga yang akan mengembalikan (seperti aslinya) bersama dengan bengkel yang melakukan perubahan itu. Dan bukan tak mungkin bengkel yang melakukan perubahan atau karoseri ketika terlibat perubahan sumbu dan penambahan ukuran tentu akan kita jadikan sebagai saksi, dan bisa jadi menjadi tersangka terkait perubahan bentuk tersebut," sampainya.
Menariknya, pada pengawasan terakhir Rabu didapati fenomena Kartu Uji Berkala kendaraan (KIR) yang di palsukan. Cara untuk mengetahui pemalsuan dengan menmindai (scan) barcode. Jika barcode tak memunculkan hasil data maka dipastikan Barcode itu palsu.
"Ini sangat banyak dan telah kita laporkan ke pusat (Kemenhub RI) agar dilakukan penertiban. Dan saya selaku Kepala BPTD mengindikasikan perbuatan pemalsuan merupakan sindikat. Karena rata-rata Kartu uji palsu yang ditemukan adalah milik perusahaan. Yang artinya perusahaan sudah menjalin kerjasama dengan pihak ketiga atau biro jasa. Biro jasa akan kita kejar apa benar-benar kendaraan dibawa ke UPUBKB atau hanya suratnya yang didapatkan dari oknum yang sediakan Kartu Uji palsu ini," akunya.
Tak hanya itu, ada juga cara pemalsuan lainnya yakni Barcode yang bisa terbaca tetapi, data yang ada bukanlah data yang dikeluarkan oleh Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB).
"Kelihatannya yang satu ini makin canggih caranya, ini tujuannya mengelabui petugas, namun setelah diteliti data tersebut adalah data yang tidak sesuai yang dkeluarkan UPUBKB. Hal ini sudah kami lakukan kepada Direktur (Kemenhub) dan ini agar segera di bahas di pusat, sehingga sindikat itu perlu ditertibkan karena dengan kartu uji palsu itu berpotensi merupakan kendaraan yang dipanjangkan sumbunya, ditambah sasisnya, tinggi dan kondisi fisik di lapangan tak sesuai standarisasi yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Darat," katanya.