JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyatakan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, melanggar kode etik dalam kapasitasnya sebagai insan KPK.
Ghufron terbukti mengintervensi proses mutasi seorang aparatur sipil negara di Kementerian Pertanian, menurut pernyataan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan.
Dewas KPK menjatuhkan sanksi sedang kepada Nurul Ghufron, berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama enam bulan.
Tumpak mengungkapkan bahwa pelanggaran ini dianggap memberatkan karena Ghufron tidak mendukung upaya pemerintah menghilangkan praktik nepotisme, serta tidak menjaga citra KPK sebagai lembaga antikorupsi.
BACA JUGA: Kebakaran Lahan Gambut Makin Luas
BACA JUGA: H. Mukti: Kantor Bupati Merangin Pertimbangkan Adopsi Desain IKN
"Terperiksa juga tidak menyesali perbuatannya, dan tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan," ujar Tumpak.
Ia menambahkan bahwa Ghufron aktif memberikan keterangan kepada media, yang memperluas pemberitaan mengenai kasus ini.
Sementara itu, hal yang meringankan adalah fakta bahwa Nurul Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya. Kasus ini berawal dari aduan pada Desember 2023 terkait komunikasi Ghufron dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, yang dilakukan untuk membantu mutasi aparatur sipil negara Andi Dwi Mandasari di Kementerian Pertanian.
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dijatuhi sanksi sedang karena pelanggaran kode etik yang dilakukannya berdampak terbatas.
"Sanksinya kami jatuhkan sanksi sedang. Secara musyawarah kami berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan baru terbatas terhadap dampak negatif bagi KPK, menurunkan citra KPK," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Tumpak mengungkapkan bobot sanksi yang dijatuhkan terhadap insan KPK yang melakukan pelanggaran kode etik ditentukan oleh dampak yang ditimbulkan oleh pelanggarannya.
"Karena berat ringannya sanksi tu tergantung daripada dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini, dampaknya masih terbatas pada menurunnya citra institusi KPK, belum sampai ke tingkat merugikan pemerintah," ujarnya.
Tumpak mengatakan dari pertimbangan itulah, sanksi yang dijatuhkan Dewas KPK kepada Nurul Ghufron adalah sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama enam bulan.
Dewas KPK menyatakan hal yang memberatkan Nurul Ghufron adalah tidak mendukung upaya pemerintah menghilangkan praktik-praktik nepotisme dengan menggunakan pengaruh serta tidak menjaga muruah KPK sebagai lembaga antikorupsi, dan melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan citra KPK di masyarakat semakin menurun.