JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO-Dokter spesialis anak RS Dr. Ben Mboi Kupang, dr. Winda Yanuarni Meye, berbagi sejumlah tips efektif untuk mengajari anak berbicara, termasuk pentingnya kontak mata, penggunaan bahasa baku, dan manfaat menyanyi.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu, Winda menjelaskan bahwa perkembangan bahasa merupakan salah satu dari empat aspek penting dalam perkembangan anak.
Mengajari anak berbicara memerlukan teknik yang tepat, dan kontak mata merupakan salah satu elemen kunci agar anak dapat belajar dengan efektif.
BACA JUGA:Mengatasi Dampak Radiasi Layar, Ini Tips dari Dokter Herbal untuk Kesehatan Mata Anak
BACA JUGA:Sekolah Diminta Edukasi Makanan Sehat untuk Cegah Obesitas Anak
"Kontak mata sangat penting karena anak-anak pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang kecil. Jika kita berbicara kepada mereka tanpa memastikan mereka melihat wajah kita, mereka tidak bisa meniru gerakan bibir dan mulut kita, sehingga mereka mungkin tidak memahami atau merespons suara-suara yang mereka dengar," jelas Winda.
Selain itu, Winda menyarankan penggunaan bahasa baku saat berbicara dengan anak. Misalnya, kata "makan" sebaiknya digunakan daripada mengubahnya menjadi "mamam" atau "maem", yang bisa membingungkan anak.
Winda juga merekomendasikan untuk menghindari pengajaran berbagai bahasa sekaligus dan fokus terlebih dahulu pada bahasa ibu.
BACA JUGA:Manfaat Vitamin D untuk Kesehatan Reproduksi dan Program Hamil
BACA JUGA:Dinkes Kota Jambi Ingatkan Warga Hidup Sehat Cegah Cacar Monyet
Mengajarkan bahasa tambahan seperti bahasa daerah dapat dilakukan setelah anak berusia sekitar 2 tahun.
Menyanyi juga merupakan metode yang efektif untuk mengajari anak berbicara. Menurut Winda, meskipun menyanyi tampak sederhana bagi orang dewasa, bagi anak, itu adalah proses pembelajaran yang kompleks.
Anak belajar kata-kata, merangkainya menjadi kalimat, dan menyanyikannya dengan nada tertentu.
Winda menambahkan bahwa pada usia 24 bulan, anak biasanya sudah dapat merangkai kata-kata yang dapat dipahami oleh orang dewasa, seperti "ayah main" atau "ibu sapu".
Dalam kesempatan itu, Winda juga menyarankan untuk membatasi penggunaan gawai dalam komunikasi dengan anak.