JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO– Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, menegaskan bahwa pemerintah dan Muhammadiyah memiliki kesamaan pandangan dalam menyediakan pendidikan yang inklusif tanpa diskriminasi.
Menurutnya, sekolah dan kampus Muhammadiyah memainkan peran penting sebagai titik temu yang menghubungkan berbagai pihak dalam upaya pendidikan yang merangkul semua kalangan.
"Sekolah dan kampus Muhammadiyah tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai katalisator yang mengikat persaudaraan. Kami memiliki visi yang sejalan dengan Kemendikbudristek dan juga Presiden Prabowo, yaitu pendidikan untuk semua," ujar Fajar dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta.
Fajar menyampaikan hal tersebut dalam acara pelatihan kepemimpinan dan penanaman nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan kemuhammadiyahan, yang diadakan oleh Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) PP Muhammadiyah di Bali.
BACA JUGA:Kemendikdasmen Sambut Positif Putusan MK tentang Pendidikan Agama di Sekolah
BACA JUGA:Kemendikdasmen Buka Kembali Seleksi PPG untuk Guru Tertentu
Pelatihan tersebut diikuti oleh mahasiswa lintas iman dari berbagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA).
Ia juga menyampaikan salam hormat dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, kepada para peserta pelatihan.
Fajar menambahkan bahwa acara ini terkait erat dengan disertasi Abdul Mu'ti yang berjudul Kristen Muhammadiyah, yang membahas bagaimana Muhammadiyah mengelola keberagaman dalam lembaga pendidikan.
Fajar lebih lanjut menjelaskan bahwa pelatihan ini bukan hanya penting secara akademis, tetapi juga memiliki makna sejarah, karena ini adalah kali pertama diadakan di Indonesia.
Lokasi pelaksanaan di Bali, menurutnya, mengandung simbolisme terkait akar budaya dan kebhinekaan bangsa.
"Salah satu pesan penting adalah bahwa menjadi bagian dari Muhammadiyah bukan hanya soal ideologi, tetapi sudah menjadi identitas sosial yang menyatu dengan identitas kebangsaan kita. Alumni Muhammadiyah, yang berasal dari berbagai latar belakang agama, banyak yang kini menjadi pemimpin di tingkat lokal maupun nasional," ujarnya.
Ia pun berharap agar para peserta pelatihan dapat menjadi duta toleransi, yang mampu merangkul perbedaan dan memperkokoh rasa persatuan dalam konteks kemanusiaan dan keindonesiaan.
Fajar juga menekankan bahwa Muhammadiyah bukan sekadar berbicara soal toleransi, melainkan sudah mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pendidikan.
"Muhammadiyah telah lama melembagakan prinsip toleransi, tidak hanya sekadar retorika. Ini adalah bukti nyata bahwa Muhammadiyah hadir untuk semua, sebagaimana negara juga berkomitmen untuk memberikan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia," tambah Fajar yang juga menjabat sebagai Ketua LKKS PP Muhammadiyah. (*)