Meski dikatakan ekonomi Jambi cukup resilien di tengah beragam tantangan global, namun Noviardi melihat pada kenyataannya saat ini kondisi Provinsi Jambi tidak baik-baik saja.
“Menurut pandangan kami, ada yang bermasalah, kita (Jambi) tidak dalam kondisi baik-baik saja, karena ternyata pertumbuhan ekonomi kita tidak berkualitas,” ungkapnya (1/1/2024).
Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang stagnan bahkan menurun di angka 5 persen dalam setengah dekade terakhir. Tahun 2022 mencapai 5,13 persen, tahun 2023 pertumbuhan ekonomi diprediksi turun dikisaran 4,8 %.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Jambi 2023 disebabkan lesuhnya dua sektor utama perekonomian Provinsi Jambi, yaitu sektor pertanian dan pertambangan. Artinya, pemerintah provinsi gagal memanfaatkan instrumen pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Jambi.
"Ekonomi itu tumbuh bisa dipicu belanja swasta dan pemerintah, ketika belanja swasta banyak didominasi aliran modal keluar seperti batubara, sawit, ditambah belanja APBD yang tak terukur, maka pertumbuhan akan melambat, ini dialami provinsi Jambi, ditambah satu fakta batubara membuat ekonomi Jambi kehilangan efisiensi, macet dan lama disektor transportasi barang dan jasa, " ungkapnya.
Menurut Dosen STIE Jambi ini pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi tak berkualitas karena pertumbuhan ekonomi tidak ditandai dengan linearitas antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja utamanya di sektor formal dan ditopang
perkembangan sektor rill.
Noviardi juga menjelaskan pertumbuhan ekonomi Jambi tak berkualitas dicirikan pertama, pertumbuhan ekonomi di sektor riil (pertanian, pertambangan dan industri) namun tidak banyak yang terserap di
sektor tersebut, akibatnya kemiskinan dan
pengangguran tidak bisa dikurangi, akibatnya di Jambi pertumbuhan belum mampu mendorong terbukanya kesempatan kerja baru secara signifikan.
Buktinya, meski pertumbuhan di sektor – sektor tersebut terjadi itulah kantong kemiskinan berada justru berada di sektor petani, nelayan, buruh.
Dengan kata lain, Noviardi mengatakan selama sektor riil terjebak dalam pertumbuhan tak optimal, maka masalah kemiskinan dan pengangguran sulit diatasi.
Kedua, sektor non-tradeable bergerak cepat dan menjadi sumber terpenting pertumbuhan ekonomi. Dalam penyerapan tenaga kerja, sektor telekomunikasi, konstruksi, dan keuangan kira-kira
menyumbang tenaga kerja yang banyak.
Ketiga, sektor manufaktur mengalami gejala penurunan (deindustrialisasi).
"Jika pertumbuhan dan kontribusi sektor industri di Provinsi Jambi rendah, daya saing, nilai tambah, dan diversifikasi komoditas perekonomian daerah dipastikan bakal keropos. Keempat, pertumbuhan ekonomi tak berkualitas salah satunya juga diperlihatkan pada informalisasi ekonomi. Maksudnya, kegiatan ekonomi disesaki dengan pelaku sektor informal, termasuk tenaga kerja yang terlibat di dalamnya. Kelima, sebagai faktor pendukung adalah lemahnya APBD dalam menciptakan kesempatan