Cerita Disabilitas yang Tak Menyerah Melahirkan Karya
Bermodalkan uang Rp1 juta, setiap gulungan kain dan benang yang ia pintal adalah bentuk perlawanan terhadap rasa tidak berdaya. Baginya, bekerja bukan hanya soal mencari penghasilan, tetapi juga menjaga harga diri dan membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berkarya.
PADA dasarnya setiap orang memiliki keterbatasan, dari kata itulah melahirkan hasrat untuk terus berkembang. Penyandang disabilitas juga merasakan itu.
Adanya perbedaan tentu tak menghalang niat mereka untuk menghapus batas dan merangkul perbedaan. Seperti yang dilakukan Bentoel Group dalam memberikan bantuan kepada para disabilitas di Kabupaten Malang.
Di salah satu sudut di Kabupaten Malang, jari jemari bapak Sri Pamujih tampak terampil menganyam satu demi satu helai kain perca yang dililitkan dalam alat pintal. Kain yang dianggap tak berguna itu kini memiliki nilai untuk bisa dihargai.
Sang pembuat juga mengupayakan apa yang diusahakannya atau dengan sebutan Ngupoyo Upo sebagai kalimat penyemangat sehari-harinya.
Dulunya dia pria yang akrab disapa Pak Ji ini sehat namun akibat penyakit penyumbatan tulang belakang maka dirinya harus menjalani operasi pada 2019. Kini, dia mengandalkan kursi roda untuk kegiatan sehari-harinya.
Tak mau berlarut dalam keadaan, pada 2020, dia mencoba membuka usaha keset yang dinilainya tak lekang oleh waktu.
Meski kondisi fisiknya berubah, semangat Sri Pamujih tidak ikut runtuh.
Bermodalkan uang Rp1 juta, setiap gulungan kain dan benang yang ia pintal adalah bentuk perlawanan terhadap rasa tidak berdaya. Baginya, bekerja bukan hanya soal mencari penghasilan, tetapi juga menjaga harga diri dan membuktikan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berkarya.
Usaha kecilnya perlahan menarik perhatian warga sekitar. Sejumlah teman dekat membeli keset buatannya untuk dipakai di rumah masing-masing.
Melihat ketekunan itu, Bentoel Group kemudian memberikan dukungan berupa pelatihan hingga pendampingan usaha agar produk Ngupoyo Upo dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
Seharinya dia bisa menjualkan 20 keset kecil dan 10 keset besar dengan harga mulai Rp5 ribu hingga Rp20 ribu.
Bantuan tersebut tak hanya meningkatkan produksi, tetapi juga memberi harapan baru baginya dan para penyandang disabilitas lainnya di Malang.