Akmal Malik mengakui bahwa pengembangan ekonomi biru di Indonesia masih belum maksimal. Kendalanya masih seputar pemahaman dan sumber daya manusia, institusi dan kelembagaan serta regulasi yang belum memadai.
Oleh karena itu, Pemprov Kaltim harus terus bersinergi untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas masyarakat serta memperbaiki regulasi.
Indonesia menargetkan 32,5 juta kawasan konservasi perairan (KKP) atau 10 persen dari luas perairan Indonesia pada 2030. Hal ini merupakan kontribusi untuk komitmen global Sustainable Development Goals atau Convention of Biology Diversity.
Dengan mengembangkan ekonomi biru di Kepulauan Maratua, Pemprov Kaltim berharap dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal serta turut menjaga kelestarian lingkungan.
Tantangan Aksesibilitas
Maratua memiliki bandara yang representatif yang mampu didarati pesawat jenis ATR, namun jadwal penerbangannya masih terbatas. Hanya ada satu maskapai, Susi Air, yang melayani rute Samarinda-Maratua, dan itu pun hanya dua kali seminggu, yaitu Senin dan Sabtu.
Hal ini membuat biaya perjalanan ke Maratua menjadi mahal, terutama bagi wisatawan yang berasal dari luar Kalimantan Timur.
Transportasi utama menuju Maratua masih lewat perairan dengan mengandalkan jalur laut menggunakan speedboat dari pelabuhan/dermaga wisata Sanggam Tanjung Redeb, Ibu Kota Kabupaten Berau.
Waktu tempuh perjalanan dengan speedboat dari Tanjung Redeb ke Maratua sekitar 2,5-3,5 jam, tergantung cuaca.
Jika cuaca buruk, seperti angin kencang atau badai, maka perjalanan bisa memakan waktu lebih lama.
Tantangan di sektor transportasi inilah yang saat ini perlu dicarikan jalan keluarnya agar pariwisata di Maratua kian mendunia. (*)