Menikmati Kopi Peninggalan Belanda di Batu Patah Payo
AGRO Wisata Batu Patah Payo punya produk kopi sendiri. Lokasinya yang berada 700-1.100 meter di atas permukaan laut menambah suasana kian eksotis.
GERIMIS yang turun menjelang siang membasahi jalan menuju Agro Wisata Batu Patah Payo di Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, Sumatera Barat.
Jalan dengan tanjakan yang lumayan curam sepanjang sekitar 4 kilometer dari jalan utama Padang Panjang -- Solok itu menjadi agak licin sehingga pengendara harus hati-hati untuk mendakinya.
Apalagi, sepeda motor milik warga sekitar sekali-sekali juga melintas di jalan itu sehingga pengendara wajib untuk membunyikan klakson saat di tikungan.
Siang itu, cuaca di Agro Wisata Batu Patah Payo terasa dingin. Maklum, lokasinya berada sekitar 700-1.100 meter di atas permukaan laut, ditambah lagi gerimis masih jatuh cukup rapat.
Makanya kopi tubruk panas rasanya tidak laik untuk ditolak saat cuaca seperti itu. Wangi kopi segera menembus indera penciuman saat saat dihidangkan. Serasa ingin langsung menyeruput. Akan tetapi segelas kopi panas bisa membuat bibir melepuh.
Trik di kampung-kampung, kopi panas itu dituangkan sedikit ke atas tadah atau piring kecil yang biasanya dijadikan alas gelas kopi saat disajikan. Kopi di piring kecil itu bisa langsung diseruput satu menit setelah dituangkan.
Menyeruput langsung dari piring kecil itu rasanya sungguh nikmat. Apalagi, angin di Agro Wisata Batu Patah Payo itu cukup kencang. Dingin. Pemandangan yang terhampar juga indah luar sehingga rasa kopi terasa makin nikmat.
Agro Wisata Batu Patah Payo punya produk kopi sendiri. Kopi itu dikembangkan dari pohon kopi sisa dari sistem tanam paksa kopi yang diberlakukan Belanda di dataran tinggi Sumatera Barat pada tahun 1847 hingga 1908.
Kawasan agro wisata itu adalah salah satu titik pelaksanaan proyek tanam paksa oleh Belanda ketika itu. Namun, hingga 2017 masih banyak pohon kopi peninggalan Belanda di daerah itu.
Saking tuanya, pohon kopi itu telah tumbuh dengan ketinggian 5-6 meter. Namun karena usia pohon yang sudah sangat tua, buahnya sangat sedikit. Bahkan ada yang tidak berbuah lagi. Tidak produktif lagi.
Biji dari pohon kopi "peninggalan Belanda" itulah yang kemudian diproses, disemai, kemudian ditanam kembali. Dalam beberapa tahun, luas perkebunan kopi yang telah diremajakan di agro wisata itu telah mencapai 40 hektare, masing-masing 30 hektare untuk jenis robusta yang ditanam pada lahan di atas ketinggian 1.000 -- 1.200 Mdpl.
Kemudian sisanya kopi jenis arabika yang ditanam pada lahan dengan ketinggian 600 hingga 1.000 mdpl.