JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO - Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan memproyeksikan kereta api menjadi pilihan moda transportasi yang paling diminati oleh masyarakat yang hendak melakukan perjalanan mudik selama periode Lebaran 2024.
Kepala Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan Robby Kurniawan mengatakan sebanyak 20,30 persen atau 39,32 juta orang memilih menggunakan kereta api antara kota.
"Kalau kita melihat referensi masyarakat itu keinginannya besar sekali untuk menggunakan kereta api," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu.
Robby menuturkan dengan adanya keterbatasan kursi pada kereta api, maka hal itu memungkinkan terjadinya perubahan pilihan moda transportasi dari mulai kendaraan pribadi, bus, maupun sepeda motor.
BACA JUGA:Macron Akan Ajukan Gencatan Senjata
BACA JUGA:Rekonsiliasi Nasional Perlu Dibangun Jauh-jauh Hari
Pada Lebaran 2024, survei bersama yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika memproyeksikan angka pergerakan orang mencapai 193,6 juta orang atau setara 71,7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Transportasi bus menjadi pilihan moda kedua terbanyak setelah kereta api dengan jumlah penumpang diperkirakan mencapai 37,51 juta orang atau setara 19,37 persen.
Kemudian, mobil pribadi sebanyak 35,42 juta orang atau setara 18,29 persen. Lalu, sepeda motor sebanyak 31,12 persen atau 16,07 persen dan mobil sewa sebanyak 11,64 juta orang atau setara 6,01 persen.
Robby mengatakan daerah asal pemudik terbanyak adalah Jawa Timur sebanyak 31,3 juta orang, Jabodetabek sebanyak 28,43 juta orang, dan Jawa Tengah sebanyak 26,11 juta orang.
Adapun daerah tujuan pemudik paling banyak adalah Jawa Tengah mencapai 61,6 juta orang, Jawa Timur sebanyak 37,6 juta orang, dan Jawa Barat sebanyak 32,1 juta orang.
Menurut Robby, data besaran angka mobilitas pada masa angkutan lebaran setiap tahun bersifat fluktuatif.
"Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor ekonomi, sosial budaya, kesehatan, lingkungan strategis lainnya. Kemudian, ada tidaknya kebijakan pelarangan dari pemerintah, pembatasan dari pemerintah, masa durasi cuti bersama, dan ketersediaan infrastruktur koneksi maupun cuaca," pungkasnya. (ant)